Bismillah,
Musim covid 19 dan jauh sebelumnya telah menjadikan hubungan dokter dan pasien sering bersifat emosional. Kenapa demikian? Karena dokter kebanyakan tahu apa yang dialami oleh pasien. Sebaliknya para pasien banyak yang tahu keadaan para dokter mereka. Tulisan ini menceritakan momen-momen emosional antara mereka.
Sering pasien yang sedih
Pasien sedih itu hal yang lumrah. Karena keluhan yang dia miliki. Sakit, perih, pegal, linu dan sebagainya. Tidak jarang pasien nangis mengadukan kesusahan baik dalam beratnya penyakit yang dia idap. Tetapi banyak juga yang menjalani hidup yang pahit kerena ketiadaan biaya untuk berobat tetapi ada juga yang harus pindah meninggalkan kampung untuk berobat di kota, di luar pulau atau di dalam pulau.
Dokter juga manusia
Dokter menangis adalah hal yang langka dan jarang terjadi. Dokter itu umumnya mempunyai hati yang kuat. Mungkin lebih kuat dari batu atau kawat baja. Namun ada juga dokter yang menangis karena faktor emosional lainnya.
Ventilator
Zaman covid 19 ini diperlukan banyak ventilator bagi penderita covid atau jika pasien tidak bisa bernafas. Ventilator adalah mesin untuk memudahkan pasien bernapas karena diberi oksigen. Karena ventilator ini maka banyak pasien susah bernapas menjadi tertolong. Namun tidak semua pasien bisa mendapatkan ventilator ini jika ketersediaannya lebih sedikit dibandingkan jumlah pasien yang belakangan membludak membanjiri pusat-pusat perawatan pasien covid 19.
Pasien dan dokter nangis bersama
Di suatu rumah sakit di sebuah negara ada seorang pasien yang berumur 93 tahun. Nama rumah sakit dan nama negara serta nama pasien dan nama dokter kita rahasiakan demi menjaga martabat pasien, RS, dokter dan negara mereka.
Seorang pasien diberi tagihan RS oleh dokter. Tapi aneh sekali karena pasien dan dokter nangis bersama. Dokter mencoba membujuk pasien kenapa pasien nangis sejadi-jadinya. Dokter bertanya kenapa bapak menangis. Apa karena bapak ada keluhan lain? Tidak kata pasien?