Lihat ke Halaman Asli

Supli Rahim

Pemerhati humaniora dan lingkungan

Imron Zahri Mengharapkan Pembenahan Pertanian Indonesia pada Bagian Hilirnya

Diperbarui: 8 September 2020   04:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri; Prof Imron Zahri

Bismillah,

Pada suatu sore di awal September 2020,  penulis - Supli  Rahim - terlibat diskusi semi serius secara panjang lebar dengan Prof Dr Imron Zahri di kediaman beliau di Komplek Dosen Unsri jalan Al-Gazali Palembang. Beliau memberi khabar gembira bahwa saat ini sejak 3 darsa lalu telah terjadi perubahan tingkat kesejahteraan petani pangan di kawasan perairan Banyuasin Sumatera Selatan. Wah, ini menarik saya bilang. Mari kita ikuti diskusi saya dengan Imron Zahri.

Siapa Imron Zahri?

Imron Zahri saat ini dan sejak lama adalah profesor senior dalam bidang Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Unsri kampus Indralaya OI Sumatera Selatan. Banyak buku dan jurnal ilmiah yang beliau sudah tulis. Dikaruniai 4 putra putri dan sejumlah cucu. Imron juga pernah sebagai dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang san dekan FP Unsri.

Wajah pertanian Indonesia

Diskusi kami berdua dimulai ketika Imron mengatakan bahwa sektor-sektor pertanian pangan dan perkebunan kita belum atau tidak diurus dengan baik pada sektor hilirnya. Kalau pada bagian hulunya sudah lumayan baik. Penulis mendengarkan seksama penjelasan beliau. Beliau menambahkan saat ini dan sejak lama keberuntungan sedang Allah berikan kepada petani lahan rawa pasang surut pantai timur Sumatera Selatan tepatnya di kabupaten Banyuasin.

Kok begitu? Saya menimpali. Iya, katanya. Diamelanjutkah bahwa indeks pertanaman (cropping index) mencapai angka 300 persen. Saya tanya lagi kepada beliau, apa saja pola tanam yang diadopsi petani? Beliau menjelaskan tergantung? Ada petani yang menerapkan pola tanam: padi-padi-jagung, ada yabg padi-jagung-hortikultura. Tapi yang sejahtera itu adalah yang pola padi-padi-jagung, kata Imron.m

Ditambahkan oleh Imron bahwa  peningkatnya indeks pertanaman dan garapan yang lebih luas adalah berkat pembinaan dari pemerintah dan Pemda setempat, para penyuluh dan akademisi yang ikut membina para petani. Petani telah dapat mengadopsi teknologi tepat guna, seperti penggunaan alsintan untuk pengolahan tanah dan panen, serta penanaman dengan sistem tabela.


Sektor hilir perlu dikembangkan dalam bentuk bangunan gudang penyimpanan hasil, adanya pabrik pakan ternak yang mengolah hasil jagung. Sangat potensial jika dapat dikembangkan BUMDES dengan koordinasi dari BUMKab,  dan dengan memanfaatkan sebagian dari dana desa yang diberikan setiap tahun oleh pemerintah kepada pemerintahan desa  digunakan untuk pengolahan dan pemasaran hasil padi dan jagung ini.

Ditanya berapa pendapatan kotor para petani itu? Imrin menjelaskan bahwa pendapatan kotor para petaji pasang surut saat ini pada satu musim tanam adalah 7 ton x Rp 28 juta. Dengan modal produksi Rp 8 juta per hektar berarti pendapatan bersih adalah Rp 20 juta. Ketika ditanya apakah petani jagung juga sejahtera, beliau mengatakan bahwa inilah hal yang masih perlu diperbaiki.

Imron mengatakan bahwa bagian hilir ini memang belum disentuh dan tersentuh oleh pemerintah dan swasta. Dengan nadah melemah Imron mengatakan bahwa sangat sering jika panen jagung dan hortikuktura harga sangat rendah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline