Bismillah,
Mari kita selalu bersyukur dengan melafazkan Alhamdulillahirrabbil alamiin. Mari kita berterima kasih kepada rasulullah tanda kita berterima kasih kepada beliau, atas pengorbanan beliau untuk umat manusia akhir zaman. Allahumma shaliala Muhamammad. Allahumma shaliala muhammad waalaalihi muhammad.
Semua yang ada di dunia ini penuh dengan hikmah. Hikmah itu merupakan pelajaran yang dipetik, diambil dsb. Sesuatu yang tidak enak itu ada pelajaran darinya, demikian juga dari yang enak-enak. Apalagi dari gonjang ganjing soal RUU Haluan Ideologi Pancasila, banyak hikmah yang bisa dipetik .
Jasmerah
Jangan lupakan sejarah atau jasmerah. Itu adalah pesan bung Karno kepada bangsa Indonesia. Tetapi kenapa ada kelompok atau orang-orang yang malahan ingin mengingkari sejarah. Sejarah sudah mengamanatkan bahwa Pancasila sudah menjadi kesepakatan bangsa Indonesia sebagai dasar negara, sebagai sumber hukum dan sebagai ideologi dalam menjalani hidup berbangsa dan bernegara.
Adanya RUU HIP yang diinisiasi oleh DPR adalah suatu keaalahan fatal, kesalahan yang susah dimaafkan. Ada sejumlah alasan mengapa hal ini susah dimaafkan.
Pertama, pada masa DPR menginisiasi RUU HIP ini sedang berlangsung pandemi global di mana masyarakat sedang lapar, sedang tidak ada pwkerjaan karena di rumah aja. Kenapa justru para wakilnya sedang membahas RUU untuk menghancurkan dasar negara.
Kedua, pada sat ada pandemi harusnya DPR membahas bagaimana mengatasi persoalan TKA yang bebas masuk, banyak PHK, banyak maayarakat yang kekurangan pangan dsb.
Ketiga, Pancasila tidak perlu dibahas lagi haluannya karena sudah jelas. Yang belum itu adalah pengimplementasiannya saja. Pengimplementasian nilai-nilai Pancasila yang belum antara lain kesadaran yang rendah untuk mewujudkan tujuan negara, untuk tidak korupsi, untuk peduli kepada rakyat, untuk tidak hidup berfoya-foya, untuk tidak tinggi syahwat berkuasa yang menjangkiti peluarga pejabat.
Akan ada yang marah
Siapa yang marah dan mengapa mereka marah adalah mereka yang menjalani hidup dengan kerja keras tanpa merepotkan negara. Mereka itu adalah para pegawai rendahan, para pegawai biasa, para santri, ulama, rakyat biasa dan para pengangguran.