Bismillah, Alhamdulillah, Allahma shaliala Muhammad.
Bagi penduduk yang biasa membangun rumah di kawasan rawa maka yang terfikir oleh mereka ada dua tipe rumah yakni rumah bertiang, yang kedua rumah beton. Maka rumah bertiang dikatakan sebagai rumah berwawasan lingkungan, ramah ramah lingkungan.
Lalu, bisakah rumah batu atau rumah beton itu dikatakan sebagai rumah berwawasan lingkungan atau rumah rumah ramah lingkungan? Jawabnya, bisa iya bisa tidak. Rumah ramah lingkungan itu paling tidak dicirikan oleh sejumlah ciri.
Pertama, rumah itu tepat ruang. Apakah rumah itu berada dikawasan yang dilindungi atau tidak? Jika rumah itu berada di pinggir sungai, danau, tebing curam, banyak fauna dan flora dilindungi maka rumah itu tidak tepat ruang alias tidak ramah lingkungan.
Pemerintah mesti punya peta rencana tata ruang kota, kabupaten, provinsi atau negara. Karena itu perlu surat ijin mendirikan bangunan dan sebagainya.
Kedua, rumah itu mesti tidak mencemari atau merusak lingkungan. Biasanya mencemari lingkungan atau merusak lingkungan itu pada jangka panjang. Banyak rumah atau perumahan itu mencemari lingkungan dalam jangka pendek. Dengan pembangunan rumah atau perumahan akan terjadi kekeruhan air sungai, danau dsb.
Ketiga, rumah itu mesti tidak menyebabkan banjir atau genangan.
Keempat, rumah itu mesti tidak menguras air tanah atau air permukaan.
Ketika kunjungan Sekda kota Palembang pada pagi hari menjelang siang 17.12.2019 di blok DM no 99 RT 79 RW 23 Bukit Lama Palembang kami menjelaskan sebagai berikut.
Pertama, atap dan halaman rumah ini dirancang untuk menampung air hujan yang diistilahkan untuk panen hujan. Apa gunanya? Supaya air hujan yang dikirim Sang pencipta sebagai Rahmat tetap jadi Rahmat bukan jadi laknat.
Kedua, air hujan dari atap ditampung di tangki air hujan di samping kiri jika berdiri ke arah depan rumah. Gunanya untuk air wudhuk, air ke WC dan menyiram tanaman.