Bismillah, Minggu lalu di awal Desember tahun ini (2012) kota Palembang diguyur hujan yang sangat lebat dan berlangsung lama. Akibat dari banjir itu banyak rumah di kelurahan Sidodadi kecamatan Alang-Alang Lebar tergenang air. Tidak saja rumah, jalan dan bahkan gedung sekolah ikut terkena genangan air ini. Air mengenangi wilayah ini lebih kurang lima hari. Pada saat banjir terjadi banyak pihak termasuk pemerintah daerah mencoba menenangkan warga dan memberikan bantuan. Sayangnya bantuan yang bersifat instan tentang upaya menghilangkan penderitaan akibat tergenang dalam waktu yang cukup lama itu tidak ada. Banjir yang berlangsung lama pada satu sisi, dan tidak adanya upaya dari pihak pemerintah pada sisi lain menyebabkan masyarakat terpancing emosinya sehingga mereka melakukan demo pada saat banjir (lihat gambar). Banjir di sekolah SD 156 Km 12 Alang-alang lebar Palembang
Masyarakat berdemo tagih janji pemimpin tentang banjir
Penyebab Banjir
Penyebab banjir di banyak tempat merupakan gabungan dari faktor alam dan faktor manusia. Faktor alami yang menyebabkan banjir di mana-mana sama yakni tingginya curah hujan yang jatuh pada satu wilayah dalam suatu waktu. Curah hujan yang jatuh di wilayah tersebut menurut catatan BMKG Kenten Palembang melebihi angka 100 mm bahkan pernah mencapai angka 214 mm per hari. Jika hujan jatuh dengan jumlah seperti itu maka untuk areal tangkapan dengan luasan 100 hektar lebih akan terbentuk akumulasi jutaan meter kubik air. Faktor manusia yang menyumbang terhadap banjir di Km 12 Palembang ini antara lain: (1) tersumbatnya aliran air pada saluran air utama dari Kampung Sidodadi menuju perbatasan Palembang dengan kabupaten Banyuasin (di sebelah Terminal Alang-alang Lebar), (2) terdapat bangunan liar di simpang kades (bangunan rumah makan di atas got utama), (3) tidak adanya kolam retensi di areal banjir, dan (4) telah terjadi penimbunan rawa secara besaran-besaran di areal tangkapan sungai.
Pelajaran yang mesti dipetik
Banjir yang terjadi dalam waktu lama memang memerlukan perhatian segera dan tidak bisa hanya diselsaikan dengan kata sapa dan senyum serta diajak bersabar. Sebagai pihak yang diyakini dapat berbuat untuk mengatasi rakyat maka idealnya pemerintah daerah, akademisi serta pihak pengusaha semestinya bahu membahu untuk menyelesaikan masalah banjir yang selalu dihadapi dan dialami oleh wong-wong cilik di banyak tempat di negeri ini, bukan saja di Km 12 Palembang.
Penanganan banjir tidak bisa dilakukan dengan metode "hit and run" (sepak dan lari). Banjir ini perlu dicari tahu penyebabnya. Banjir ini ditangani secara terpadu. Tidak cukup hanya dilakukan oleh Dinas PU dan Sumberdaya Air suatu kota, misalnya Kota Palembang. Pengusaha dapat menyumbangkan pemikiran, tenaga dan dana untuk mengatasi banjir tersebut. Sumbangan pengusaha dalam memburuknya banjir tidak bisa dianggap ringan.
Pengusaha properti misalnya mereka membangun kompleks perumahan di lahan rawa maupun lahan kering tetaplah menyumbang kepada banjir. Bagaimana bisa? Iya, karena mereka menimbun rawa (sebagai tempat parkir air) tanpa menggali atau memberi konvensasi berupa kolam retensi. Jika pun mereka membuat kolam retensi harus dikelola atau diberi regulator bahwa sebelum hujan harus dikosongkan supaya dapat berfungsi menampung air hujan yang lebat dan lama. Kolam retensi tidak bisa sedikit. Menurut penelitian penulis, dari suatu areal perumahan sedikitnya diperlukan 25 persen areal rawa yang dijadikan perumahan mesti digali untuk dijadikan kolam retensi. Tanah galian untuk kolam retensi itu digunakan untuk penimbunanan areal perumahan bukan memindahkan tanah dari bukit atau lahan kering di tempat lain.
Pembangunan saluran-saluran utama di wilayah perkotaan harusnya mempunyai dimensi yang memadai dan diupayakan tidak tersumbat oleh sampah. Hasil observasi oleh Tim Lembaga Penelitian Universitas Palembang (2012) menunujukkan bahwa saluran utama banyak yang tersumbat sampah dan dimensinya tidak mencukupi. Menurut pengamatan tim ini pada saat tidak hujan saja saluran utama di sekitar areal banjir sudah dipenuhi sekitar 50 persennya oleh air dari rumah tangga dan keperluan air penduduk lainnya. Ini berarti, jika hujan berlangsung lebat dan lama maka saluran utama air sebagai drainase perkotaan jauh dari mencukupi. Konsekuensinya akan terjadi banjir lagi dan banjir lagi. Jika demikian, maka rakyat akan tetap menjerit dan akhirnya teringkat dengan janji para pemimpin terutama pada waktu kampanye pemilihan kepala daerah di manapun dan kapanpun itu terjadi. Ingatlah para pemimpin, rakyat tidak banyak tuntutan kecuali bekerjalah dengan baik dan benar, tunaikan amanah dan tepati janji-janji kita kepada mereka. Tolong tuliskan tanggapanmu ya teman-teman.
Salam dari Palembang.