Bismillah,
Sangat sulit bagi penulis untuk menuliskan elegi pak Amin Diha ini karena sejumlah alasan. Pertama, M. Amin Diha ini punya sejarah yang panjang tetapi penuh dengan lika liku hidup yang menyayat hati waktu didengar tetapi banyak juga sisi lain yang indah untuk dikenang. Kedua, M Amin Diha ini adalah pembimbing Skripsi S1 banyak di antara kami yang terkesan "cerewet" tetapi belakangan para mahasiswa bimbingannya itu berterima kasih kepadanya karena dosen seperti itu memberikan pembelajaran seumur hidup. Banyak bimbingan M. Amin sudah menduduki jenjang guru besar di banyak universitas, banyak juga yang sudah jadi brokrat sukses seperti menjadi bupati kepala daerah. Tulisan ini hasil wawancara jarak jauh dengan beliau. Bagian pertama ini adalah "Sengsara membawa nikmat".
M Amin Diha Kecil
Amin dilahirkan di desa terpencil desa pengarayan kecamatan Tanjung Lubuk Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan. desa ini sekitar 32 km sebelah selatan Kota Kayu Agung. Setelah menamatkan SD tahun 1959, Amin melanjutkan sekolah ke sekolah SMP dan SMA di kota Kayu Agung. Amin lahir dan dibesarkan di desa dari ayah bernama H. Ibrahim dan ibu Hj Siti Kholijah. Selama SD. SMP dan SMA. M. Amin termasuk siswa berprestasi yakni termasuk 10 besar di kelas.
Pada tahun 1965 Amin yang saya sering panggil "ubak" atau ayah melanjutkan studi ke Fakultas Pertanian UNSRI. Beliau sempat mencari sekolah yang murah untuk bidang eksakta. Beliau sempat memperoleh "surat sakti" dari kepala SMA tempat dia pak Rahmat yang ditujukan kepada orang kuat masa itu di Fakultas Pertanian UNSRI. M Amin kala itu memang sedikit "ndeso" hehe karena waktu ditanya apa ini oleh penguji terhadap objek "erlen meyer", M Amin menjawab ini gelas pak hehe. Pada hal 5 lima tahun berikutnya (setamat Sarjana Muda Pertanian), M Amin menjadi jagoan dalam pekerjaan laboratorium yang banyak menggunakan erlen meyer karena pada tahun 1970 sampai 1975 Amin bekerja di laboratorium FAO (Food Agriculture Organization", Lembaga PBB yang bergensi di bidang pangan.
Setelah menyelesaikan pekerjaan di Laboratorium FAO, M. Amin menjadi PNS yakni sebagai aisten dosen dengan golongan II/b. Walau berat dia harus jalani. Memang gajinya jauh dibanding gajimya di FAO. Menikah sekitar tahun 1974 waktu dia bekerja di FAO. Pada tahun 1976 Ir Sjahrul Djuman, Sekretaris Fakultas Pertanian Unsri, memanggil M. Amin untuk melanjutkan studi ke Tingkat IV alias Sarjana 1. Amin sebelumnya sempat mengelak karena keluarga masih perlu biaya yang banyak. Setelah dipaksa M Amin menuruti juga saran Sekretaris Fakultas kala itu. Sempat "stop out" 2 kali. Amin menceritakan betapa sulitnya kehidupan kala itu karena waktu di tingkatn V alias Sarjana 2 perlu banyak biaya karena tugas akhir kala itu mahal yakni Ilmu Kesuburan tanah (mayor) dan Ilmu Fisiologi Tumbuhan (minor). Semua tugas dalam bentuk penelitian itu melibatkan analisis laboratorium yang mahal baik Kesuburan tanah maupun Fisiologi tumbuhan. Sempat berlinang air mata, M Amin tetap tabah menjalani hidup penuh derita itu. Untuk membayar SPP pun Amin tidak mampu. Alhamdulillah pertolongan berdatangan. Amin memperoleh tempat meminjam uang untuk bayar SPP. Belum lama dapat pinjaman ada lagi tawaran dari dosen pembimbing juga untuk memakai uang darinya.
Setelah menjalani masa sulit itu M Amin memperoleh rezeki berupa diajak survei tanah oleh dosen senior di jurusan tanah kala itu antara lain Ir M Rusdi Saul yang juga pembimbingnya. Bersama pak Rusdi Saul M Amin menjalani kehidupan yang jauh lebih baik karena bisa membeli mesin tik, bisa membayar SPP dan bisa membiayai anak bersekolah. Pak Rusdi Saul kala itu memang sedang naik daun karena banyak sekali kerjasama dengan pihak Departemen PU Jakarta. M Amin juga banyak pekerjaan bersama Ir A Ghaffar Amrah yang juga banyak memperoleh pekerjaan survai kapabilitas tanah dari Kementerian PU dan Transmigrasi.
Pada bulan Juni 1981 M Amin menamatkan S1. Banyak yang tepuk tangan ketika M Amin menamatkan S1 karena dalam nomor pokok mahasiswa M Amin tertera tahun masuk 1965. Tetapi orang tidak tahu bahwa M. Amin sempat berhenti 5 tahun dan stop out 2 tahun.
Sengsara membawa Nikmat
Bagi M Amin hidup susah itu sangat akrab karena masih sekolah sambil membina rumah tangga dengan anak yang tidak sedikit yakni 4 orang. Bekerja dengan gaji jauh dari cukup tidak pantas baginya untuk melanjutkan studi ke tingkat sarjana. Tetapi dengan modal nekad M Amin mampu menjalani kehidupan itu walau harus berurai air mata. Tetapi yang menarik M Amin mempunyai banyak kemudahan karena pembimbingnya sangat akrab dan tidak susah untuk ditemui bila ingin konsultasi. Pembimbing juga tidak segan segan memberikan pinjaman jika M Amin tidak ada uang untuk membayar SPP dan dana untuk analisis laboratorium. Demikianm juga pelaksanaan ujian tidak formal dan dilangsungkan sekehendak "udel" dosen pembimbing. M Amin merasa senang dan bahagia sekaligus bangga bahwa dia tamat S1 dengan cara yang susah tapi mudah. Karirnya juga bagus karena dia dikelilingi para seniornya yang sudah mapan. Pendek kata pas untuk M Amin ungkapan "Sengsara membawa nikmat". M Amin memang orangnya taat pada tuhannya sebagai bukti bahwa dia pantas bersyukur atas banyaknya nikmat yang Allah berikan padanya.