Sawah Licak Itu Sangat Berjasa
Bismillah,
Pagi ini penulis membaca dan mendengar kata sawah licak. Kata itu terdengar dari suatu dialog antara suami istri ketika mereka saling sapa. Apa yang mau dimasak untuk ke sawah pagi ini?
Ingatan jauh
Ketika mendengar kata "sawah licak" penulis menerawang ingatan jauh ke belakang. Penulis teringat jalan menuju ke sawah waktu di desa, jalan itu licin, jalan itu banyak sawah padi, jalan itu ada ikan kecil, jalan itu ada ular.
Di sawah licak penulis memulai pemahaman tentang hidup. Hidup itu adalah pengorbanan, hidup itu adalah belajar, hidup itu adalah susah. Di sawah licak penulis memulai memahami bahwa hidup itu warna warni, ada sawah tanah, ada sawah batu, ada sawah genangan, ada sawah kekeringan. Di sawah licak itu penulis mulai memahami ada beras hitam, ada beras putih, ada beras berbatu, ada beras mentah.
Mata berair
Mendengar kata sawah licak menyebabkan mata penulis berair. Bukan karena kena air pedas, bukan karena air panas tapi karena ingatan yang jauh ke masa lalu. Mendengar kata sawah licak ini penulis teringat kepada masa masa susah, masa antara makan dengan tiada, masa kerja keras membanting tulang. Masa itu yang membanting tulang adalah ayah ibu penulis, kakek nenek penulis, paman, saudara.
Pernah menyaksikan ayah penulis sakit keras, ibu ditusuk bambu. Ayah hampir saja meninggal dunia, demikian juga ibu. Kakinya hampir putus.