Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat

Ibu Kota Baru Milik Siapa, Bila Anggaran Hanya Sedikit dari APBN

Diperbarui: 28 Agustus 2019   20:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Tribunnews.com

Keberanian dan kepercayaan diri Presiden Joko Widodo, mengumumkan ibu kota Republik Indonesia pindah ke Kalimantan, tanpa sebelumnya ada legalitas dari DPR,  masih menjadi pertanyaan rakyat Indonesia, karena keluar dari tata cara ke tata negaraan. 

Pertanyaan lainnya, anggaran yang sangat besar, sekitar Rp466 triliun untuk membiayai pindah ibu kota, digaransi oleh Presiden akan ada dari anggaran lain, sementara dari APBN hanya sebagian kecil.

Selain itu, rakyat juga banyak yang berpendapat, bila ada anggaran sebesar itu, untuk membiayai pindah ibu kota, mengapa dana sebesar itu tidak digunakan saja untuk membayar utang negara?

Di kutip daru CNN Indonesia (27/8/2019), Kementerian Keuangan mencatat jumlah utang pemerintah mencapai Rp4.603,62 triliun pada 31 Juli 2019. Utang tersebut meningkat Rp33,45 triliun dibanding Juni 2019 yang baru Rp4.570,17 triliun pada Juni 2018.

Pertanyaan kritis yang lebih menggelitik adalah, bila anggaran pindah ibu kota sebagian besarnya bukan dari APBN, kira-kira ibu kota baru Indonesia nantinya jadi milik siapa?

Atau pertanyaan lainnya, kira-kira pihak yang turut membiayai anggaran pindah negara, ada kepentingan apa di baliknya?

Memang, kendati Presiden secara sepihak telah mengumumkan ibu kota akan pindah, masih mungkin rancana pindah ibu kota akan batal, bila nantinya DPR tidak menyetujui.

Jauh sebelum pengumuman pindah ibu kota pun, rencana pemindahan Ibukota ke Kalimantan Timur (Kaltim) dinilai sarat kepentingan politik, sebab diputuskan Presiden Jokowi usai dinyatakan menang Pilpres periode 2019-2024.

"Pemindahan Ibukota itu kental nilai politik dan bisnis. Bisa saja ada deal politik sebelum Pilpres 2019. Dan itu hanya akan menguntungkan pihak-pihak tertentu," tutur pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komaruddin, Rabu (28/8/2019), kepada awak media.

Menurut Ujang, pemindahan Ibukota tidak memiliki urgensi apapun selain berorientasi bisnis. Sebab, masih banyak pembangunan di DKI Jakarta yang belum diselesaikan pemerintah.

Lebih mencengangkan, biaya yang harua digelontorkan pemerintah bukan biaya yang sedikit, yakni mencapai Rp 466 triliun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline