Sejak diperingati pertama kali dalam pemerintahan Presiden Soekarno tahun 1948, hari ini, 20 Mei 2019 adalah bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) ke-71, hati berdirinya organisasi Boedi Oetomo.
Istimewanya pada saat peringatan Harkitnas pertama itu kepanitiaannya diketuai oleh Ki Hajar Dewantara.
Saat itu, Presiden Soekarno mengimbau pada seluruh rakyat Indonesia yang terpecah oleh kepentingan politik agar bersatu untuk melawan Belanda.
Soekarno juga menyampaikan bahwa Boedi Oetomo merupakan tonggak pergerakan nasional.
"Siapa pengganti Soekarno?"
Bila dikaitkan dengan kondisi terkini di Indonesia, kira-kira siapa yang akan berpidato seperti Presiden Soekarno agar rakyat bersatu tidak terpecah oleh kepentingan politik untuk melawan Belanda, sebelum atau saat atau sesudah pengumuman hasil Pilpres oleh KPU.
Bisa jadi, kini Soekarno "di sana" sedang menagis sedih, karena mustahil ada yang dapat menggantikan posisi beliau untuk menyatukan rakyat melawan Belanda. Sebab, dua hari lagi, 22 Mei 2019, Presiden dan seluruh elite politik bangsa ini justeru sedang berseteru akibat Pilpres.
Mungkinkan Presiden Jokowi yang juga Paslon Presiden baru dapat menggantikan posisi Soekarno? Bila Jokowi menang, sesuai penghitungan KPU, maka ada 43-45 Prosen rakyat Indonesia yang tidak pro Jokowi.
Kondisi ini sungguh kontrras dengan 71 tahun yang lalu. Lebih ironis sangat kontradiksi dengan 111 tahun silam. Saat itu, pada 20 Mei 1908, Boedi Oetomo didirikan oleh sejumlah mahasiswa School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA), yaitu Soetomo, Mohammad Soelaiman, Gondo Soewarno, Goenawan Mangoenkoesoemo, R. Angka Prodjosoedirdjo, Mochammad Saleh, R. Mas Goembrek, Soeradji Tirtonegoro, dan Soewarno.
STOVIA adalah sekolah khusus pendidikan dokter pribumi di Batavia pada masa penjajahan Belanda.
Gagasan Soetomo mendirikan organisasi ini terinspirasi dari dokter Wahidin Sudirohusodo, yang ingin meningkatkan martabat rakyat dan bangsa.
Latar belakang berdirinya Boedi Oetomo bertopang pada kesadaran para mahasiswa akan masa depan Indonesia yang bergantung di tangan mereka.
Organisasi ini pada awalnya hanya bersifat sosial, ekonomi, dan budaya. Tidak ada unsur politik di dalamnya.