Pupus sudah, kiprah Timnas U-22 dalam ajang kualifikasi Piala Asia U-23 2020.
Adapun kegagalan Garuda kali ini, saya sebut ada dua hal.
Pertama, penjegalan Ezra Walian oleh panitia, dalam hal ini adanya laporan tuan rumah Vietnam ke AFC dan diteruskan ke FIFA, menjadi sebab perdana. Sekaligus menjadikan keberhasilan Vietnam dengan taktik dan intrik di luar lapangan.
Akibat batalnya Ezra tampil, cukup berdampak pada mental tim. Namun, pertanyaannya, msngapa PSSI juga tidak memahami regulasi FIFA bahwa Ezra pernah merumput bersama Timnas Belanda di level U-17 Eropa.
Artinya, atas kelemahan PSSI, menjadikan lawan yang sekaligus tuan rumah Vietnam berhasil menjegal Ezra tanpa perlu bertanding dengan kolaborasi bersama AFC dan diamini FIFA.
Kedua, kegagalan dari manajemen Timnas sendiri. Di antaranya percaya diri yang berlebihan. Lalu pelatih tetap tidak terbuka mata dengan memasang komposisi pemain yang tidak tepat saat meladeni Thailand pun dengan sistem bermain terbuka, hingga 4 gol bersarang tidak begitu mudah.
Berikutnya, saat baru saja dikalahkan oleh Vietnam di lapangan, karena sebelumnya, berhasil menjegal Ezra, Indra tetap tidak cepat mengambil keputusan.
Terus membiarkan Osvaldo dan Egy berada di lapangan. Padahal kedua pemain ini terlihat sangat kurang daya dobraknya dan lebih sering menghambat kolektivitas tim untuk bermain cepat.
Maka, layaklah Timnas tersingkir dengan cepat.
Padahal saat mereka menjuarai Piala AFF U-22, uforia kemenangan dan penghargaan menempatkan Timnas U-22 sebagai Pahlawan yang lantas di guyur bonus miliaran rupiah oleh Presiden, Kemenpora, dan pihak lainnya.
Sementara Thailand dan Vietnam tidak begitu menyesali atas kegagalan di Piala AFF karena menurunkan pemain pelapis. Tarrget mereka adalah mengejar prestasi Asia dan Dunia.