Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat

Budaya Respek di Semua Aspek

Diperbarui: 29 April 2017   09:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Sebab itu takkan menjadi konflik, bila tak kau masalahkan.(Supartono JW.12082016).

Liga 1 Go-Jek Traveloka sudah masuk pekan ketiga. Dua pekan terlewat, aksi pemain di lapangan yang ditayangkan secara live TV One sudah menunjukkan level kelas tahta komptisi tertinggi. Namun aksi lain yang selalu menghiasi layar kaca di setiap pertandingan adalah tidak hentinya para pemain dan pelatih serta manajer/ofisial klub yang seringkali memprotes dan tidak menerima keputusan wasit. Berbagai tingkah dan polah pemain/pelatih/manejer/ofisial, tersorot kamera saat menunjukkan ekspresi tidak berterima kepada wasit yang menghukum pemain tim kesayangannya.

Tak henti aksi di lapangan yang memprotes keputusan wasit, klub-klub besar yang berekspetasi menggapai prestasi gelaran Liga 1 sudah berbondong mengajukan protes melayangkan surat resmi ke meja PSSI menyangkut kinerja wasit karena target laga 1 atau 2 tidak tercapai. Mulai Dari Arema Malang, Persib Bandung, PSM Makasar, hingga Sriwijaya FC.

Rentetan protes yang dilakukan klub-klub besar di Liga 1 ini sebagai buah dari janji Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi yang tidak akan main-main terhadap kinerja wasit yang mencoreng nilai fair play pada pertandingan.  Yah, sebab masalah wasit tentu tidak akan menjadi konflik bila tidak dipermasalahkan dan saling legowo dan respek. Kini klub-klub besar telah memulai perang terhadap wasit. Apakah ini sebuah penghindaran dan intrik dari ofisial/pelatih/pemain agar tidak terancam pemecatan dari klub dan cari selamat dari sponsor karena tim yang dibesutnya tidak mencapai target?

Faktanya, Liga baru bergulir dua pekan, sudah pelatih Bali United sudah gugur, dipecat karena tidak mampu mengantarkan kemenangan di dua pertandingan awal. Siapa pelatih berikutnya yang akan menyusul? Dari hasil pertandingan yang ada, kemungkinan banyak pelatih yang akan berguguran di tengah jalan kompetisi tinggal menunggu waktu. Begitupun menyoal pemain, tinggal menunggu waktu pula, siapa pemain yang tidak dapat menunjukkan prestasi sesuai nilai kontraknya, pasti akan disingkirkan.

Kembali ke masalah wasit, protes resmi klub-klub  adalah gayung bersambut sesuai janji PSSI untuk membenahi kinerja wasit yang sudah direalisisi di turnamen Piala Presiden 2017. Federasi sepakbola di Indonesia ini sudah merumahkan tiga wasit yang kinerjanya tak sesuai harapan. Ketiga wasit tersebut dievaluasi seusai fase grup Piala Presiden 2017.

Dari 30 pertandingan di babak penyisihan, PSSI akhirnya mengistirahatkan/merumahkan  dua wasit tengah dan satu asisten wasit sebelum babak delapan besar dimulai. Edy berjanji akan meneruskan pembenahan wasit ini di Liga 1 dan akan membuang wasit yang berkinerja tidak sesuai.

Namun publik sepakbola nasional termasuk stakeholder yang berkait dengan Liga 1 perlu memahami bahwa janji orang nomor satu di PSSI ini sejatinya bukan hanya membenahi wasit. Saat itu, di Halaman Makostrad, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2017) Ketua Umum PSSI yang menjabat sebagai Pangkostrad ini juga berjanji tidak hanya membenahi masalah wasit, namun juga termasuk infrastruktur, pelatih, termasuk para pemain. Tentu saja bukan hanya di Liga 1, namun juga di Liga 2, Liga 3, dan semua kompetisi resmi PSSI di bawahnya.

Bila kini kinerja wasit mulai dipertanyakan bahkan sudah melalui pengajuan komplain dengan surat resmi oleh beberapa klub ke PSSI, adalah hal yang wajib untuk PSSI kemudian melakukan investigasi/penyelidikan terhadap protes yang disertai bukti oleh klub-klub tersebut. Sebaliknya, secara berimbang, bila terbukti bahwa kesalahan sepenuhnya bukan dari pihak wasit, karena tidak ada “peristiwa” apapun di balik kasus yang dipersolakan, PSSI juga sangat wajib bila selanjutnya menindak dan membuang pelatih/pemain/manajemen klub dari kegiatan Liga 1, 2, 3, dan kompetisi di bawahnya  karena telah memicu keharmonisan jalannya Liga dan bikin kisruh seperti di arena Pilkada serta mengancam disintegrasi kompetisi.

Gara-gara klub telah mengelurkan anggaran besar, mendatangkan pelatih dan pemain dengan bayaran mahal, lalu pelatih dan pemain juga ingin memberikan yang terbaik sesuai harga kontraknya. Atas kekalahan yang diderita, karena sudah mematok kemenangan sebagai harga mati, tidak mengecewakan suporter, maka ketika terjadi kekalahan atau hasil imbang, manajemen, pelatih, dan pemain kemudian menghalalkan segala cara dengan mengkambingkhitamkan kesalahan pada wasit yang memimpin pertandingan.

Kisah Pilu tahun 2008

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline