Lihat ke Halaman Asli

Suparno Jumar

Warga negara kecil, berkarya kecil semoga bermanfaat bagi kehidupan

Melawan Arus

Diperbarui: 17 Oktober 2017   18:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari arah Kebon Pedes ke Cilebut

Beberapa tahun terakhir ini. Aku sering menjumpai pemotor melawan arus di jalan raya. Tidak hanya kaum pria. Wanita juga ada. Tidak hanya anak remaja belia. Bahkan orang tua dam dewasa ada juga. Bukan hanya roda dua, pada titik tertentu roda empat ada pula.

Duhh... Ayah, ibu dan anak dalam satu motor melawan arus

Menyedihkan memang. Dengan satu alasan ingin cepat sampai, mereka rela menggadaikan keselamatan dirinya sendiri dan mengancam dengan jelas keselamatan orang lain. Hampir di segala waktu. Pagi, siang, sore, malam, tengah malam hingga dini hari. Terus saja terjadi. Berita kecelakaan akibat lawan arus bukan tidak ada. Hukum apa yang mesti membuat mereka betul-betul jera.

Antri melawan arus

Di Kota Bogor, titik mengerikan pemotor melawan arus salah satunya di sekitar Soleh Iskandar. Pemotor dari arah jalan raya Kebon Pedes arah Cilebut nekat belok kanan. Padahal rambu larangan dipasang jelas.  Perbandingan jarak dan waktu tempuh di tempat memutar semestinya dengan tempat yang dilarang tidak jauh.

***

Sementara, di Jakarta, yang sering aku lihat di sekitar putaran UP. Pemotor dari arah Lenteng Agung Timur, memutar di Lenteng Agung Barat arah Srengseng Sawah. Pun di depan Kampus UP.  Pemotor melawan arus arah Srengseng Sawah. Mereka gadaikan waktu dengan kematian.

Lebih menyedihkan lagi di sekitar Pasar Minggu. Terutama pada sore atau malam hari setelah Polisi tidak ada. Rombongan pemotor dari arah Ragunan Raya menerobos berjamaah menuju arah stasiun. Di sini, pemotor dari arah utara dan selatan bertemu. Blekkzz. Sama-sama tertahan oleh commuter yang melintas. Macetnya ampun-ampunan. Mau membelah jalan dari stasiun dan sebaliknya sulit minta ampun.

Aneh memang. Kesadaran mematuhi rambu rendah. Saat tertentu mereka takut. Takut pada petugas yang melakukan operasi pelanggaran lalu lintas. Rambu dibuat tanpa alasan. Pasti untuk menjaga keselamatan semua pengguna jalan. Semestinya, ada petugas atau tidak, tertib berlalu lintas demi keselamatan bersama dijunjung tinggi. Bukan diludahi. Persetan dengan contoh pemberitaan pejabat, pengusaha yang korup. Kena OTT, disidang, didakwa, ditahan, dapat remisi dan bebas.

***

Sampai kapan budaya baru melawan arus ini akan berakhir?

Apakah harus menunggu nyawa melayang sian-sia?

Jakarta, 17 Oktober 2017

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline