Lihat ke Halaman Asli

Sajadah Lusuh Gayatri

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pekerjaanku adalah menjadi preman di Pasar Bering Harjo Yogyakarta. Semua orang mengenal diriku Saidi Armando, sang preman. Tapi jangan salah aku memang preman pasar. Tapi aku hanya berbuat jahat untuk orang jahat. Hanya orang kaya pelit yang sering aku palak di pasar Bering Harjo. Orang kaya yang tidak pernah peduli dengan nasib kami. Aku lahir dalam keadaan Islam, namun hanya Islam KTP. Setiap hari aku memalak para pedagang di kios-kios Pasar Bering Harjo. Jika pemilik kios itu tidak memberikan uangnya aku akan marah. Akan aku obrak-abrik kios mereka.

****

“Le..Saidi..duduk sini Emak mau bicara”. Sepulang dari Pasar Bering Harjo tadi Emak ingin bicara padaku. Di samping Emak ada seorang gadis berjilbab putih. Sekilas wajahnya aku lihat sangat teduh. Bodo amat, aku tidak peduli dengan gadis itu. Aku tidak mau peduli siapa gadis itu. Aku duduk di samping Emak. Aku cium kedua tangan Emak yang mulai keriput. Aku memang preman Pasar Bring Harjo, tapi aku mecintai Emak. Tidak sekalipun aku berbuat kasar sama Emak.

“Ada apa sih Mak. Saidi lagi capek nih?” Aku seakan berbiacara acuh dan tidak acuh sama Emak.

“Kenalkan. Dia Gayatri Untari, anaknya Lek Wakidi. Gayatri sudah selesai mondok di Pesantren Krapayak”

“Apa hubungannya dengan Saidi Mak?” Aku meyakinan Emak. Aku pandangi sekilas wajah Gayatri. Dia Nampak tersenyum, wajahnya memang cantik sederhana.

“Gayatri sudah selesai menghafal Al Qur’an. Rencana setiap sore dia mau mengajari Emak baca Al Qur’an” Emak menjelaskan keinginannya belajar membaca Al Qur’an pada Gayatri.

“Ngapain belajar baca Al Qur’an Mak. Toh kita akan tetap hidup miskin?”

“Le…Saidi. Gayatri ini sedang mencari jodoh” Emak tersenyum padaku. Gayatri sekilas juga tersenyum simpul.

Aku beringsut masuk ke kamar mengacuhkan Gayatri yang duduk di depan Emak. Aku berpura-pura pamit untuk shalat Ashar. Namun, di dalam kamar aku hanya tidur saja. Wajah Gayatri dengan senyumnya kembali hadir di mataku. Entah apa sebenarnya keinginan Emak bilang kalau Gayatri sedang mencari jodoh.

Bukankah di pondok sana banyak lelaki penghafal Al Qur’an? Bukankan di pondok sana banyak lelaki yang pandai membaca Kitab Kuning? Aku hanya perman pasar yang tidak pandai mengaji. Aku memang bisa membaca Al Qur'an namun masih terbata-bata. Apakah Emak hendak menjodohkan aku dengan Gayatri? Apakah Gayatri bersedia menikah dengan preman pasar seperti diriku? Betapa bodohnya Gayatri jika bersedia menikah denganku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline