Lihat ke Halaman Asli

Suparjono

Penggiat Human Capital dan Stakeholder Relation

Menahan Sebuah Pilihan Bijak

Diperbarui: 5 April 2023   16:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menahan adalah kata yang saat ini tak hanya bisa kita baca atau kita artikan saja, tetapi perlu atau bahkan harus kita implementasikan. Suasana Ramadhan, mulai memanasnya suhu politik, dunia maya juga terus bergejolak secara dinamis, terakhir tragedi dicoretnya Indonesia dari gelaran tuan rumah Piala Dunia U-20 oleh FIFA. Kondisi tersebut kalau dilihat secara lebih dalam lagi bisa menjadi lebih pelik, apalagi kalau para tokoh atau subyek berada pada situasi di dalam banyaknya fenomena tersebut. 

Tentu menahan menjadi tindakan yang mulia. Menahan lapar, dahaga, bicara yang tidak perlu, berguncing dan mengumpat atas realitas yang terjadi ataupun menahan dari hal-hal yang kontraproduktif adalah amalan yang mencerminkan akhlak yang baik. Meskipun, Menahan dalam implementasinya tak bisa kita pungkiri kadang kala bisa berujung tindakan positif atau negatif. Tetapi senyatanya menahan memang perlu mendapat tempat yang layak agar selalu berdampak positif.

Secara etimologi menahan banyak padanan katanya seperti menghentikan, menopang, mengurung, menyimpan, mencegah dan masih banyak lagi, tetapi pada dasar menahan adalah menghentikan atau berhenti. Artinya kita perlu menghentikan sejenak agar bisa berfikir secara jernih atas reaksi yang akan timbul dari aksi yang terjadi diluar kita. Menelaah secara lebih luas dan melihat dari berbagai sudut akan sangat membantu menghasilkan reaksi yang meminimalisir tindakan negatif. 

Pun jikakalau berhadap-hadapan dengan kondisi eksternal yang penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut merupakan sebuah fenomena yang terjadi akibat adanya motif dan perbedaan antar karakter manusia dan mahluk di sekelilingnya. Perbedaan inilah yang perlu menjadi perhatian atau konsen agar pemahaman atas setiap entitas yang berbeda mampu kita serap dengan baik, sehingga proses menahan bisa dipilah agar menjadi bijak.

Jeda

Momentum Ramadhan dapatlah kita renungkan sebagai pelajaran terbaik bagi kita semua untuk bisa menahan, meskipun aktivitas yang kita tahan merupakan tindakan halal atau diperbolehkan dalam norma agama. Dalam konteks ini, gambaran tentang fenomena yang kita hadapi, yang kita lihat , yang kita rasakan sekalipun diperbolehkan bisa kita mengambil langkah untuk menahan. 

Artinya kebebasan yang dijamin tetap menjadi hak bagi setiap orang untuk melakukan tindakan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu (Menahan). Oleh sebab itu, menahan merupakan bentuk berhenti sejenak kita memikirkan reaksi yang akan kita ambil atas realitas yang terjadi atau bisa kita sebut dengan Jeda.

Jeda merupakan bentuk menahan atau berhenti sejenak untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungan atau konteksnya. Seperti kita saat berbicara perlu ada jeda agar intonasi dan pesannya mudah dimengerti, saat kita menyanyikan lagu juga diperlukan jeda agar harmonisasi bisa menghasilkan lagu yang enak didengar. 

Dengan kita menahan  sejenak atau jeda banyak hal yang akan kita dapatkan dalam menyerap informasi yang masuk. Informasi yang masuk sangat membantu dalam menghasilkan relasi aksi yang memberi manfaat bagi lingkungan. Dengan demikian, menahan adalah pilihan yang harus kita ambil dalam setiap reaksi yang hadir. Hanya saja perlu jeda yang pas, waktu tepat dan momentum dalam memutuskan untuk menjalankan atau mengaktualkan proses menahannya.

Pilihan Bijak 

Kebijaksanaan dan ilmu yang mumpuni perlu dilekatkan dalam mengimplementasikan perilaku menahan oleh setiap individu. Hal tersebut menjadi kemestian agar tindakan menahan tidak salah tempat dalam mengaktualkannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline