Lihat ke Halaman Asli

Suparjono

Penggiat Human Capital dan Stakeholder Relation

Romantisme 1962; Spirit Asian Games menjadi Energi Indonesiaku

Diperbarui: 28 Juli 2018   17:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Akhirnya setelah hampir lebih dari lima dekade indonesia kini dipercaya menjadi tuan rumah perhelatan kompetisi olah raga terbesar di Asia. Sebuah ajang kompetisi olah raga yang diikuti oleh negara-negara yang berada di benua se-Asia. Kompetisi yang asal muasalnya dari asia kecil hanya diikuti oleh tiga negara antara lain Kerajaan Jepang, Kepulauan Filipina dan Republik Tiongkok yang sempat terhenti oleh perang dunia ke-dua. Perjalanan yang penuh dengan tantangan menuju asia guna melepaskan belenggu pejajahan menuju kepada spirit kompetisi dan fair play.

Kalau kita menarik mundur perhelatan Asia Games pada tahun 1962 maka kita bisa melihat betapa menggeloranya pemimpin negara pada saat itu mengeluarkan segala daya dan upaya demi harkat dan martabat Indonesia dimata dunia. Negara yang pada penentuan tuan rumah Asia Games baru berumur tujuh belas tahun pasca kemerdekaan 1945. Usia yang cukup muda bagi sebuah negara yang masih berkecamuk pertentangan ideologi dan perebutan ruang publik sebagai bagian dari dinamisasi penataan ketatanegaraan.

Suasana tersebut pada akhirnya mampu menghadirkan perayaan olah raga se-Asia yang tidak lagi mempertentangkan ideologi tetapi kompitisi yang sehat disegala cabang olah raga. Bahkan Presiden Sukarno menyatakan bahwa Asian Games ini "Revolusi keolahragaan kita adalah sebagian daripada nation building Indonesia, revolusi kita untuk membentuk manusia baru Indonesia, antrapologis, rasial, adalah sebagian daripada nation building Indonesia. Pendek kata, Saudara, kita ini sekarang semuanja memikul tugas besar yang didalam satu perkataan dinamakan nation building". Dengan semangat tersebut dan usaha serta persiapan yang sangat cepat indonesia mampu menjadi runner up perolehan medali dalam perhelatan tersebut.   

Tantangan besar bagi Indonesia sebagai tuan rumah perhelatan kompetisi olah raga terbesar di benua Asia saat ini. Dengan jumlah peserta yang hadir sekitar 16 ribu yang berasal dari 45 kontingen yang mengikuti Asian Games tentu perlu dipersiapkan secara khusus sehingga perhelatan tersebut dapat berjalan secara lancar. Perlu dukungan dari berbagai pihak tidak hanya panitia penyelenggara Asian Games 2018 yang dikelola oleh Indonesia Asian Games Organizing Committee (INASGOC). Meleburnya kepentingan politik merupakan sebuah keniscayaan agar prosesi dan perayaan event tersebut berjalan dengan lancer dan sukses. Seperti halnya pada tahun 1962 dengan kondisi pertentangan dan perebutan ruang publik dalam wilayah politik ideologis, namun suskes tidak hanya dalam penyelenggaraan eventnya tetapi juga menjadi runner up perolehan medali.  

Membangun romantisme 1962 agar spirit kebangkitan olah raga Indonesia tumbuh dan tegak diantara Negara-Negara di Asia merupakan bukan hal yang mudah. Perayaan yang bersamaan dengan tahun politik baik Pilkada langsung dan menjelang Pemilu serta Pilpres merupakan tantangan tersendiri. 

Gesekan-gesekan kepentingan secara politik sangat berpotensi menghambat suksesnya penyelenggaraan Asian Games 2018. Namun demikian panitia Asian Games sepertinya sudah mempersiapkan kondisi apapun agar perhelatan Asian Games 2018 ini sukses dari sisi penyelenggaraannya. 

Meleburnya berbagai macam kepentingan politik akan sangat memberikan energi dalam penyelenggaraan Asian Games 2018. Sejenak melepaskan diri dari segala macam kepentingan dalam menjaga martabat bangsa sesuai dengan pesan Founder Father agar Asian Games 2018 ini tidak hanya persoalan olah raga saja tetapi merupakan National Building.

Aura kebangkitan olah raga indonesia sepertinya sudah terasa dengan beberapa event sebelum perhelatan Asian Games 2018 yang mampu memberikan spirit bagi atlet Indonesia lainnya. M. Zuhri sepertinya memberikan energi positif bagi spirit para atlet Indonesia agar di Asian Games mampu mencapai target yang sudah ditetapkan oleh Kontingen Indonesia sampai menembus sepuluh besar. 

Zuhri tidak hanya memecahkan rekor bagi Indonesia yang pada tahun 1986 finish ke delapan pada kejuaran dunia atletik U-20. Tetapi sebagai finish pertama dengan mencatat waktu selama 10,18 detik, Zuhri juga memecahkan rekor dunia pada cabang lari 100 meter U-20 yang sebelumnya dimiliki oleh Henrik Larson asal Swedia, yang pernah mengukir waktu 10,28 detik.

Momentum Zuhri tersebut harus kita jaga dan terbagi kepada seluruh komponen bangsa baik Penyelenggara, Atlet maupun seluruh rakyat Indonesia.  Dukungan semua pihak baik masyarakat, para pelaku politik, pelaku ekonomi dan penyelenggara merupakan energi yang positif agar perjalanan menembus sepuluh besar atau bahkan 5 besar dapat terwujud. 

Selain sukses dalam perolehan medali, Indonesia sebagai tuan rumah juga mampu menyelenggarakan secara professional sehingga baik para peserta maupun penonton Asian Games 2018 menikmatinya dengan penuh antusias dan penghargaan yang tinggi. Pada akhirnya suksesnya penyelenggaraan Asian Games 2018 merupakan harkat dan martabat yang memberikan energi Indonesia, sehingga posisi tawar dan national building  Indonesia dimata Negara-Negara di Asia dapat diperhitungkan.

# UntukmuIndonesiaku

#AsianGames2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline