Lihat ke Halaman Asli

Perjanjian Hudaibiyah: Strategi Diplomasi Nabi untuk Meredakan Ketegangan Antara Kaum Quraisy dan Umat Islam

Diperbarui: 22 September 2022   21:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perjanjian hudaibiyah dapat dikatakan sebagai upaya diplomasi yang dilakukan Rasulullah agar dapat meredakan ketegangan yang terjadi antara umat Islam dengan kamu musyrikin Quraisy. Karena dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad selalu mendapat pertentangan sejak awal. Perjanjian Hudaibiyah terjadi pada tahun 6 Hijrian 625 Masehi. 

Dalam pengesahan perjanjian tersebut banyak terjadi perdebatan, pada akhirnya Rasulullah menerima permintaan kaum Quraisy meskipun mendapat pertentangan dari beberapa sahabat.

Sekitar abad ke-6 hijriyah, Nabi Muhammad mengajak semua sahabat untuk melaksanakan ibadah umrah, namun ditengah perjalanan menuju ke Makkah rombongan beliau dicegat oleh kelompok musyrik Quraisy di Hudaibiyah, sebuah wilayah yang terletak 20 kilo meter dari Makkah. 

Mereke bertanya perihal maksud dan tujuan Nabi, tetapi mereka tidak percaya, karena sedikitpun rombongan nabi tidak berniat untuk perang. hingga akhirnya pemuka Makkah mengirimkan ustusan yang bernama Suhail bin Amr dan Mukriz, sehingga terjadilah diplomasi antara kaum Quraisy dan umat Islam. 

Keduanya boleh membuat kesepakatan apapun, kecuali larangan Nabi Muhammad dan rombongan umat Islam tidak boleh memasuki Makkah. Setelah adanya diskusi dan pertentangan, akhirnya kedua pihak setuju dan membuat perjanjian yang disebut sebagai Shulhul Hudaibiyah. 

Walaupun didalam perjanjian tersebut banyak merugikan umat Islam, yaitu: muncul penolakan-penolakan yang terkait dengan penyebaran ajaran Islam dan pelaksanaan ibadah di Makkah yang telah diusulkan Rasulullah.

Adapaun isi perjanjian Hudaibiyah:

  • Gencatan senjata dalam kurun waktu 10 tahun, dengan ditiadakannya permusuhan dan tindakan buruk terhadap masing-masing pihak selama masa itu.
  • Siapa yang datang dari pihak musyrik kepada nabi, harus dikembalikan ke keluarganya, tetapi tidak dengan sebaliknya.
  • Diperkenankan bagi siapa saja diantara suku-suku Arab untuk dapat mengikat perjanjian damai dan menggabungkan diri diantara kedua pihak.
  • Nabi Muhammad SAW dan rombongan belum diperkenankan memasuki Makkah.
  • Perjanjian ini diikat dengan dasar ketulusan dan kesediaan penuh untuk melaksanakannya, tanpa penipuan atau penyelewengan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline