Lihat ke Halaman Asli

Awal Mula Kodifikasi Al-Qur'an Menjadi Sebuah Kitab yang Utuh

Diperbarui: 23 Juni 2024   10:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Abstact 

The codification of the Qur'an was motivated by the fact that many memorizers of the Qur'an (hafidz) were martyred in the battle of Badr. Remembering that when the revelation was revealed to the Prophet Muhammad (saw) through the intermediary of the angel Gabriel, the Prophet only read it to the companions and memorized it. 

When the Badr war occurred, it turned out that the hafidz died in the war, raising concerns that there would be no longer a memorizer of the Qur'an. Departing from these concerns, it was triggered to write a revelation. So that when the hafidz die martyrdom, the writing of the Qur'an or the verses of the Qur'an can be maintained and not eroded by time.

Key words: Qur'an, codification, writing

Abstrak

Kodifikasi Al-Qur'an dilatarbelakangi karena para penghafal Al-Qur'an (hafidz) banyak yang syahid dalam perang Badar. Mengingat ketika wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw lewat perantara malaikat jibril, Rasulullah hanya membacakannya saja kepada para sahabat dan dihafalkannya. 

Ketika perang Badar terjadi, ternyata para hafidz gugur dalam perang tersebut sehingga memunculkan kekhawatiran sudah tidak akan ada lagi sang penghafal Al-Qur'an. Berangkat dari kekhawatiran tersebut, maka tercetuslah untuk menuliskan wahyu. Sehingga ketika para hafidz mati syahid, tulisan Al-Qur'an atau ayat-ayat Al-Qur'an dapat tetap terjaga dan tidak terkikis oleh masa.

Kata kunci: Al-Qur'an, kodifikasi, penulisan

PENDAHULUAN

Kodifikasi Al-Qur'an dilatarbelakangi karena para penghafal Al-Qur'an (hafidz) banyak yang syahid dalam perang Badar. Mengingat ketika wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw lewat perantara malaikat jibril, Rasulullah hanya membacakannya saja kepada para sahabat dan dihafalkannya. 

Dalam artian wahyu lebih banyak dihafal secara terbuka, menjadi budaya lisan kesucian yang selalu terdengar di majelis manapun dari para sahabat nabi Muhammad, dan penulisan masih belum membudaya. Ketika perang Badar terjadi, ternyata para hafidz gugur dalam perang tersebut sehingga memunculkan kekhawatiran sudah tidak akan ada lagi sang penghafal Al-Qur'an.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline