Lihat ke Halaman Asli

Cara Berhomili di Gereja yang Baik

Diperbarui: 20 Mei 2023   08:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Romo Berthold A. Pareira, A. O. Carm


Berhomili menurut Romo  Pareira.

Homili sebagaimana yang dimengerti oleh Origenes berbeda dengan pidato, ceramah, kuliah renungan,konferensi dan lain sebagainya. Mengapa ? karena homili merupakan suatu bentuk pewartaan kerajaan Allah dalam konteks liturgi dan bersifat percakapan dalam bahasa yang sederhana untuk mempertemukan hati dan budi setiap orang yang mendengarkan sabda Allah. Mengunakan bahasa yang sederhana berarti mampu membuka pola pikir orang-orang yang sederhana sekalipun dan memberikan pemahaman tentang Allah pada mereka. Dalam membuat homili seseorang harus mampu menyampaikan pesan isi Kitab Suci yang dibacakan saat itu.

Homili yang disampaikan hendaklah mampu membangkitkan keberanian pendengar untuk kuat dalam beriman dan memberi ruang dialog dalam pikiran dan persoalan hidup umat serta pertanyaan umat mengenai hidup yang dialami mereka (kontekstual). Pada kenyataannya ada segelintir orang yang memberikan homili pada zaman sekarang ini, banyak mengunakan bahasa yang tinggi dan sulit untuk dipahami oleh orang-orang sederhana, tidak mengunakan teori yang benar dan mudah dipahami, sehingga kebanyakan pendengar mengantuk saat homili dibacakan atau disampaikan. Untuk itu, homili harus direncanakan dan diterapkan seperti teori yang digunakan dalam teori homili Romo Pareira agar mudah dipahami.

Bagaimana cara berhomili yang benar dan mudah dipahami ? caranya sangat sederhana, yakni belajar mengunakan teori homili seperti Romo Berthold A Pareira. O. Carm. Langkah-langkahnya sebagai berikut.


Pertama, setiap orang yang ingin berhomili hendaknya harus mempersiapkan homili dengan baik dan harus tahu apa itu ciri-ciri homili. Nah, Ciri-ciri homilinya sebagai berikut; homili harus profetis yang artinya berbicara mengenai persoalan yang dihadapi umat yang mendengarkan dan bagaiman solusi penyelesian persoalan mereka. Ciri yang kedua, homili harus alkitabiah; artinya homili harus berbicara mengenai Sabda Allah dan sumber utamanya adalah Kitab Suci. Berkaitan dengan alkitabiah menuntut seseorang untuk mempersiapkan homili dan mampu memahami sunguh-sunguh teologi buku Alkitab yang kutipannya dibacakan dalam perayaan itu. Ciri yang ketiga adalah liturgis; dalam hal liturgis ini, homili berarti harus dilaksanakan dalam liturgi sabda yang merupakan suatu tindakan ibadat yang lahir dalam perayaan liturgi, ciri liturgis ini juga harus mampu memperdalam liturgi sabda, mewartakan dan merayakan Kristus yang hadir dalam sabda-Nya menurut tahun liturgis serta mampu mengantar umat untuk merayakan Ekaristi yang adalah perjamuan syukur umat dengan Yesus Tuhan yang telah bangkit. Ciri yang terakhir adalah ciri homiletis; homiletis berarti pembicaraannya harus keluar dari hati untuk menyapa hati dan berdialog dengan umat untuk membangun suatu persekutuan seperti yang telah dijelaskan di awal.


Yang kedua, seseorang yang ingin berhomili harus mampu memahami tahap-tahap persiapan homili yang matang. Dalam tahap persiapan ini ada empat langkah yang harus diterapkan antara lain; menyelidiki Kitab Suci, mendalami teologi pesan teks dan maknanya bagi pendengar, merencanakan homili dan yang terakhir menuliskan homili. Dalam tahap-tahap ini bukan teori yang paling penting, tetapi bagaiman cara mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya, dalam formasi Postulat Stella Maris semua Postulan harus mempratikkannya langsung dengan menulis homili mengunakan teori Romo Pareira. Dalam pembuatan homili yang menjadi sumber utamanya adalah Kitab Suci dan Buku Tasrif Kitab Suci serta ditambah bacaan-bacaan rohani yang mendukung homili tersebut.


Tahap yang ketiga, tahap ini merupakan tahap yang harus mengunakan nalar serta pola pikir yang baik, kunci utamanya adalah berteologi. Memberi homili adalah benar-benar suatu tindakan berteologi yang membawa pendengar pada pertemuan dengan Allah dan untuk membangun iman umat. Teologi ini berbeda dengan teologi akademis. Karena teologi yang digunakan adalah bentuk pewartaan yang mengunakan bahasa sederhana, singkat, konkrit dan memiliki arti praktis. Perlu diingat, homili tidak lari dari dimensi biblis, liturgis, profetis, dan homiletis.


Tahap yang keempat adalah bagaimana cara membuat homili. Cara membuat homili berarti menentukan dan merencanakan homili. Dalam merencanakan homili tidak hanya berarti mempersiapkan isinya, tetapi juga bagimana isi dan pesan itu harus diwartakan. Ini mengambarkan seseorang yang berhomili harus tahu urutan pembicaraannya dan karena itu urutan harus direncanakan dengan matang supaya mempunyai maksud dan tujuan yang jelas. Sebenarnya mempersiapkan homili yang baik adalah suatu tugas yang melelahkan tetapi sekaligus mengandung banyak unsur pembinaan diri.


Tahap yang kelima (terakhir) adalah membuat tubuh homili. Tahap ini merupakan tahap dimana seseorang yang berhomili mampu menemukan pokok pikiran atau inti bacaan yang saling berhubungan dan dapat dijelaskan dengan kalimat yang sederhana. Dan dalam tahap ini juga, seseorang yang berhomili sudah menemukan apa yang akan menjadi pengantar homili, isi Kitab Suci berdasarkan tasrif dan aplikasi atau tujuan dari sabda Allah yang ingin diterapkan oleh pendengar. Juga perlu diingat, dalam membuat pengantar homili harus singkat, padat, jelas dan yang paling penting harus mampu menjelaskan isi dari Kitab Suci sendiri dan aplikasinya. Selain itu, ada juga catatan yang harus dihindari dalam membuat homili misalnya, tidak boleh ada pikiran atau gagasan baru yang tidak dibicarakan dalam homili (di luar konteks), dalam membuat homili tidak boleh mendadak dan tidak ada permohonan maaf serta tidak boleh ada kesaksian pribadi yang meng-allahkan dirinya (mengangkat derajat pribadi) tetapi sungguh mewartakan Allah yang hidup.


Oleh karena itu seorang yang berhomili haruslah bersumber pada Kitab Suci sebagai satu-satunya tempat di mana Wahyu Allah tertulis dan dihadirkan kembali sebagai kisah penyertaan dan penyelamatan yang dilakukan oleh Allah sampai saat ini. Homili juga sebagai peristiwa Sabda yang mengungkapkan diri Allah kepada umat yang hadir. Yang mewartakan Wahyu Allah dengan bahasa lisan, dan tidak sebatas menjelaskan isi dari Kitab Suci, melainkan berdaya ubah dan mempunyai kekuatan serta kehidupan rohani umat yang saleh dan bermutu sebagai kombinasi sempurna yang menghadirkan Wajah Kristus di dalam hati umat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline