Saya sudah lama tahu nama Tere Liye, yang bernama asli M Darwis tetapi belum seberapa tertarik untuk membaca bukunya. Saya kira Tere penulis buku novel remaja karena anak saya juga ingin membeli buku dia. Lalu beberapa kali saya membaca kutipan pendapatnya yang menarik. Atau dia membuat statemen di media social yang menarik. Saya mulai tertarik. Siapakah dia?
Waktu ada berita sekitar September 2017 tentang protes seorang penulis terhadap pajak profesi yang infonya pajak untuk penulis paling tinggi. Saya tertarik membacanya dan penulis itu Tere Liye. Menteri Keuangan Sri Mulyani akhirnya menanggapi dengan simpati khusus untuk Tere dan mengajaknya berdiskusi. Di akhir surat Sri Mulyani mengutip nama tokoh Bujang di novel Pulang dan tokoh Sri Ningsih di novel Tentang Kamu. Sri Mulyani juga menyebut kalau penulis alumni Akutansi UI. Saya jadi tertarik membaca bukunya.
Di suatu kesempatan ke Yogya, saya membeli novel Pulang dan saya baca langsung di beberapa perjalanan. Ternyata Tere sangat produktif. Dalam kurun sekian tahun sudah menulis sekian buku novel tanpa mengurangi pekerjaannya sebagai akuntan. Dia juga sebagai karyawan yang bekerja rutin. Wah jarang penulis seperti ini.
Buku setebal 400 halaman bersampul dominan warna hijau ini yang terbit pertama pada September 2015 sudah dicetak ulang sampai 26 kali. Berarti laris manis.
Buku dibuka dengan perkenalan tokoh utama si Babi Hutan, seseorang yang dipanggil Bujang pada usia 15 tahun, tidak sekolah dan tidak punya rasa takut. Bujang anak Samad, seorang tukang pukul keluarga tauke dan Midah, anak kyai Tuanku Imam. Bujang juga cucu seorang ulama sekaligus cucu mantan preman. Tinggal di rumah talang di pelosok hutan Bukit Barisan. Sebuah peristiwa yang dapat mengubah nasib si bujang, yaitu membunuh pimpinan babi hutan yang sangat besar dan menyelamatkan seorang tauke kaya raya Keluarga Tong, salah satu boss dari pelaku shadow economy.
Lalu cerita merembet ke si Bujang yang sudah matang pengalaman, penyandang dua gelar master di USA dan bertemu dengan calon presiden -- yang suka berbaji putih panjang, mendekati ciri Presiden Jokowi. Waktu bertemu dengan calon presiden Bujang bercerita tentang fenomena shadow economy. Shadow economy adalah ekonomi yang berjalan di ruang hitam.
Ada yang menyebutnya black market, under ground economy. Kegiatannya bukan narkoba, judi atau prostitusi tetapi pencucian uang, perdagangan senjata, transportasi, property, minyak bumi, valas, pasar modal, retail, teknologi mutakhir, alat-alat medis terbaru dll yang semuanya dikendalikan oleh institusi pasar gelap. Tidak dikenali masyarakat, tidak terdaftar di pemerintah, tidak diliput media massa. Nilainya setara dengan 18-20% GDP dunia. Nilai sebenarnya bisa dua kali lipatnya.
Lalu cerita berjejer, berulang set back sekian tahun lalu. Tetapi mudah dirangkai. Bujang diasessment oleh seorang yang berpendidikan dan warga USA, Frans dan terlihat bahwa ternyata dia pintar. Lalu Frans ditugaskan mengajari dan Bujang bisa mengejar ketinggalan pelajaran. Bujang ikut ujian SD sampai SMA dan lulus. Mendaftar ke Ekonomi UI dan lulus dengan nilai terbaik. Mendaftar master di universitas terbaik di USA dan lulus dua master. Bukan hanya itu fisiknya pun kuat.
Dilatih oleh Guru Bushi, samurai terbaik dunia dari Jepang dan juga dilatih Penembak terbaik, Salonga dari Philipina menjadi penembak terbaik. Bahkan dilatih lari oleh tukang pukul Keluarga Tong, Kopong dan bisa mengalahkan pelari dunia dalam sebuah pertandingan tak resmi. Bujang juga bisa berkelahi dan mempunyai nyali. Pokoknya komplet.
Bujang menjadi pelaku utama. Semua kegiatan Bujang dalam dunia shadow economy ditampilkan dengan fasilitas kelas satu, mempunyai pesawat jet pribadi, mobil mewah, sopir, asisten. Tak ada kendala ekonomi maupun regulasi. Semua seolah berjalan lancar dan tak ada persinggungan dengan pemerintah. Diceritakan juga persaingan di antara pelaku shadow economy, baik local maupun internasional dan intrik-intrik dalam kegiatan shadow economy. Dalam dunia shadow economy, pembunuhan adalah hal yang biasa.
Pada puncak cerita, dengan berbagai intrik dan pengkianatan, si Bujang di titik nadir bawah di rumah Kopong dan ditolong oleh kakak ibunya yang mempunyai pesantren, Tuanku Imam yang berusia 80 tahunan. Bujang seakan melihat masa lalu dan keluarganya dari sisi yang lain. Bujang ternyata juga cucu seorang kyai dan masih mewarisi hati. Bujang sadar.