Tulisan ini dimuat di media online timesindonesia.co.id ..
Untuk memulai tulisan ini saya ingin mengutip tulisan Dr. Muhammad Iqbal, filosof sekaligus penyair dari Pakistan dalam buku Aku Menulis, Maka Aku Ada karya H. Zainal Mustofa, "Berhenti, tak ada tempat di jalan ini, sikap lamban berarti mati. Mereka yang bergerak merekalah yang akan maju ke muka. Mereka yang menunggu, meski hanya sekilas, pasti tergilas".
Tulisan ini memotivasi saya dalam menulis. Setidaknya dengan mengutip tulisan Iqbal saya mendapat angin segar atau energi baru dalam dunia kepenulisan.
Tulisan Iqbal sangat tegas buat kita, tidak ada kata berhenti atau menunggu, apalagi tergolong baru (pemula) dalam dunia kepenulisan. Ulama- ulama terdahulu, para pemikir muslim, tokoh, cendekiawan, dan guru- guru kita, seperti Gus Dur (Abdurrahman Wahid), Hadratussyaikh KH Hasyim As'ari, KH. Mustofa Bisri, D. Zawawi Imron, dll. Mereka semua memiliki tipologi pantang menyerah- tak pernah berhenti mencari- menemukan, mencari- menemukan, terus-menerus hingga kemudian lahir karya- karya besar dari mereka.
Mereka semua terus maju, tak pernah menunggu. Dalam istilah sekarang menjemput bola. Yah menjemput bola, bukan menunggu bola. Kita pun sama, kalau kita mau, kita pasti bisa seperti mereka.
Kita dengan mereka sama-sama diberikan waktu 24 jam dalam sehari semalam, kita makan, tidur, bahkan kita adalah makhluk tuhan yang diberi akal, sama persis seperti mereka. Lalu apa yang membedakan dengan mereka?
Kemauan adalah power utama dari mereka. Dimulai dari membaca dan membaca kemudian lahir sebuah karya. Ulama- ulama kita terdahulu adalah mereka yang kuat bacaanya.
Sang ahli kedokteran, Syaikh Abu Ali Al Husain ibn Abdullah Ibn Sina atau yang mashur dengan nama Avicenna (Ibnu Sina). Di usianya 10 tahun, ia sudah hafal Al Qur'an dan menguasai huruf arab klasik. Pada usia 18 tahun ia telah memperoleh gelar dokter karena keahliannya dalam bidang obat-obatan.
Suatu ketika karena profesinya, beliau kerap diundang untuk mengobati para raja atau gubernur. Beliau tidak menerima upah, sabagai ganti hanya minta diperbolehkan untuk membaca buku- buku yang ada di perpustakaan pribadi sang raja dan gubernur.
Maka dari tangan dingin beliau lahir 99 buku; 16 buku di bidang kedokteran, 68 buku bidang teologi, 11 buku bidang ilmu falak dan metafisika, dan 4 buku kumpulan puisi.
Membaca adalah kunci utama menulis. Seseorang dapat menyampaikan ide dan gagasan dengan baik sebab ia banyak membaca. Membaca adalah proses pembendaharan kata yang kemudian menjadi bahan untuk diaktualisasikan dan disosialisasikan.