"Pebisnis tidak hanya memikirkan bagaimaan menjalankan suatu usaha, tapi ia memikirkan bagaimana agar usahanya terus berjalan," begitu kata Michael E. Gerber dalam bukunya yang berjudul E-Myth.
Saya termamsuk salh satu penggemar kelinci. Waktu SMP pernah melihara hingga 60 ekor. Asyik memang, tidak makan tempat. Bisa diternak di lahan sempit dengan kandang susun. Akan tetapi, mungkin juga dikeluhkan oleh peternak kelinci yang lain, jika sudah banyak populasinya, mau dijual kemana?
Di beberapa daerah, mungkin sate kelinci sudah populer dan sudah memiliki banyak konsumen, sehingga permintaan terhadap pkelinci dukup lumayan, tapi tidak semua daerah begitu. Jika daging kelinci hanya diolah menjadi sate, pentol, dan semacamnya, mungkin orang-orang lebih memilih daging ayam, kambing, atau sapi.
Ada teman yang mengolahnya menjadi rambak kelinci, sosis kelinci, kaki naga kelinci, sosis kelinci, steak kelinci, abon kelinci. Cukup kreatif. Jika usaha olahan daging kelinci semacam ini terus meningkat, tentu bisnis beternak kelinci akan semakin menjanjikan.
Sebenarnya ini merupakan PR bagi para peternak kelinci demi keberlangsungan bisnis peternakan kelinci.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H