Lihat ke Halaman Asli

masunardi

TERVERIFIKASI

Dosen

Menengok Desa Wisata Keramik di Jepang

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14130000341356366440

[caption id="attachment_328488" align="aligncenter" width="593" caption="Desa wisata keramik Mashinko, Tochigi, Jepang"][/caption]

Menikmati Jepang bukan hanya menikmati tingginya Skytree atau Tokyo Tower, bukan pula hanya menikmati hebatnya teknologi robot dan kecepatan internet yang luar biasa dengan teknologi 4G-nya, tetapi juga sentuhan budaya dan seni yang kadang kembali ke masa ratusan tahun yang lalu.  Satu negara dengan dua nuansa rasa  yang sangat nyata.

Beberapa waktu yang lalu  kami di ajak oleh seorang kawan Jepang, Sugiyama san melihat pameran/bazaar keramik tahunan di Mashiko town, Tochigi, sekitar 35 km atau 45 menit perjalanan menggunakan mobil dari Utsunomiya shi.  Sugiyama san adalah salah satu pendiri dan donatur tetapTochigi-Indonesian Association atau Perkumpulan orang Indonesia-Jepang di Tochigi.  Beliau adalah salah satu contoh petani sukses di Tochigi yang super kaya, sehingga di masa tuanya tinggal travelling keliling dunia bersama istrinya.  Sayang untuk melewatkan acara tersebut, maka jadwal riset hari itu saya majukan sehingga bisa ikut bersama teman-teman Indonesia lainnya.  Kami di jemput jam 9 pagi di kampus oleh Sugiyama san dan istri dengan 2 mobil, dan untuk pertama kalinya naik mobil mewah sekelas mobil menteri di Indonesia, Mercy seri terbaru.

[caption id="attachment_328489" align="aligncenter" width="630" caption="Suasana Mashiko Pottery Fair"]

14130002381386231700

[/caption]

Acara pameran keramik yang diadakan di Mashiko ini lebih terasa sebagai open house dari pengrajin tembikar di kota ini, karena selama 3 hari semua pengrajin memamerkan hasil karyanya secara bersama-sama, dan beberapa memanfaatkan kesempatan untuk pengunjung melihat “dapur” mereka.  Tradisi ini sudah dimulia sejak tahun 1966 dan diadakan setahun 2 kali, yaitu pada saat Golden Week musim semi dan musim gugur.  Mashiko adalah salah satu kota tradisional di Tochigi dengan ratusan pengrajin tembikar/keramik, mirip  desa wisata.  Pada bazaar ini, tidak kurang dari 50 show room dan 500 pengrajin keramik memamerkan karyanya dan lebih dari 800.000 pengunjung datang setiap tahunnya.  Mashiko Pottery Fair merupakan salah satu dari “100 most beautiful festival in Tochigi Prefecture”.

[caption id="attachment_328491" align="aligncenter" width="504" caption="Dapur pembuatan keramik"]

141300096353869988

[/caption]

Memasuki kota tersebut, langsung teringat suasana Kasongan di Jogja dan Bayat di Klaten dengan kerajinan dan pengrajin keramiknya.  Persis sama, hanya saja di sini pengelolaannya lebih baik dan teratur karena pemerintah menjadikannya asset yang dibina dengan serius.  Salah satunya adalah dengan bazaar ini.  Pada saat bazaar ribuan orang berkunjung ke Mashiko untuk melihat dan menikmati suasana khasnya.  Ribuan keramik dari yang sederhana dan murah sekitar  200 yen (gelas, piring dll) sampai dengan keramik seni dengan harga ratusan ribu yen (puluhan juta rupiah) dipamerkan dan dijual.   Dengan dibumbui berbagai penjual makanan, minuman dan aneka permainan untuk anak-anak, maka lengkaplah moment 6 bulanan ini menjadi daya tarik sendiri bagi Mashiko Town.

Begitu sampai Mashiko, Sugiyama san tidak memarkir mobilnya di tempat parkir umum (dan kebetulan semua tempat parkir penuh karena banyak sekali pengunjung) tetapi langsung menuju rumah kawannya yang juga pengrajin keramik.  Di situ bisa melihat secara langsung bagaimana tempat pembuatan gerabah dilakukan.  Hampir tidak berbeda dengan di kasongan, tungku-tungku yang ada, tumpukan kayu bakar dan juga keramik-keramik yang belum dibakar.  Cuma memang saya tidak melihat tumpukan tanah liat sebagai bahan baku disini, tidak tahu menyimpannya di mana, atau mungkin memang hanya sedikit bahan baku sehingga tidak banyakstockkarena memang hasil produksinya tidak sebanyak di Kasongan/Bayat atau mungkin juga regulasi pembelian lempung diatur ketat. Tanah liat/lempung yang digunakan diperoleh dari pegunungan di Jepang dan bukan dari lahan pertanian (bandingkan dengan di Indonesia, dimana ada bahan baku pasti langsung diserbu habis).

[caption id="attachment_328490" align="aligncenter" width="593" caption="Beberapa produk keramik Jepang"]

1413000923830243672

[/caption]

Terus terang, jika mengamati dari segi produk, saya lebih suka keramik Indonesia, lebih rapi dan indah.  Sebagian besar keramik di sini terkesan kasar (mungkin juga masalah selera orang Jepang) dan abstraks, malahan beberapa hanya aksesoris ukuran kecil (tidak lebih besar dari kotak korek api) dan tidak tahu fungsinya buat apa, tetapi banyak di pamerkan.  Sebagian lagi memang sangat indah, terutama karya seniman-seniman keramik terkenal di kota itu, kebetulan di kenalkan salah satu pemilik galeri oleh Sugiyama san dan sekilas melihat foto-foto karyanya di suatu majalah yang juga dipamerkan.  Jadi kesimpulan saya dia adalah seniman terkenal.

Keliling pameran sekitar 3 jam kemudian istirahat di Koen/taman yang ada disekitar lokasi untuk makan siang, dan ternyata Sugiyama san dan istri telah membawakan makanan lengkap untuk kami.  Onigiri plus bamboo muda (dalam bahasa Jawa disebut Rebung), telur rebus, pisang dan buah.  Enak sekali kami, sudah diantar-jemput, dibawakan makanan, pulangnya diberi oleh-oleh lagi oleh beliau.  Orang Jepang yang satu ini memang sudah agak luntur budaya  Jepangnya, mereka lebih miriporang Indonesia, suka kumpul-kumpul dan rame-rame.  Tiap tahun minimal 2 kali Sugiyam san membuat acara kumpul dan makan bersama orang Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline