Lihat ke Halaman Asli

Lagu Sendu tentang Kehidupan Anak PKI

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar 200 orang mengikuti acara bedah buku Blues Merbabu (karya Gitanyali) bersama Remy Sylado dan Bambang Q-Anees yang dipandu oleh Tobing di Auditorium Utama UIN SGD Bandung, Kamis (26/5) 15.00 WIB

Kegiatn ini terselenggar atas kerjamasa Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Aqidah Filsafat, HMJ Sosiologi Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Jati (SGD) Bandung dengan Penerbit Gramedia, Komunitas LayarKita dan Perpustakaan Batu Api.

Menurut Remy, Pengamabilan judul buku Blues Merbabu itu "Blues itu nada-nada tentonik dari Belanda. Ya berbicara orng sedih atau nyanyian sendu. Jadi buku ini berbicara lagu sendu tentang kehidupan anak PKI yang terhimpit dari politik atau kekuasaan" katanya

Cerita ini mengambil seting kehidupan di Salatiga tahun 70an. "Sebuah catatan harian yang mengacu pada fakta yang berdasarkan pengalaman penulis seorang wartawan" katanya

"Seperti yang sudah saya tulis pada resensi kompas tanggal 27 Februari 2011 "Lain Ladang Lain Belalang". Lumrahnya catatan harian ditulis mengikuti langkah-langkah retrospektra, sementara kedua prosa di atas cenderung dibilang meyakinkan sebagai fiksi yang ditulis dengan dua langkah, yaitu introspektra: pengamatan penghayatan atas diri sendiri, dan ekstrospektra: pengamatan penghayatan atas diri orang lain. Biasanya para aktor teater, dalam metode realisme dalam atau inner-realism yang belajar dengan tertib perkara retrospektra: mengamati penghayatan dengan melihat cermin di saat kejadiannya tengah berlangsung." paparnya

Latarbelakang kewartawanan membuat buku ini, "Sederhana, mengalir dengan bahasa plastis karena wartawan adalah orang-orang penguna aktif bahasa. bukan seperti pusat studi bahasa yang membinasakan bahasa" jelasnya

Meskipun dalam cerita ini banyak soal seksualitas "Dia senang bersetubuh sejak kecil sampai tua dengan orang yang berumur 30 tahun. Ini aga sakit jiwa."

"Urusan moral tanggungjawab dia dengan Tuhan" komentarnya

Bagi Bambang,"Pengambila judul ini karena kesedihan yang tertahan. Dia pilu, terseret-seret." paparnya

'Ada cara lain tentang anak PKI yang bisa hidup dengan tidak melupakan sejarahnya. Karena ada kecenderungan anak-anak PKI tidak boleh hidup atau seakan-akan kita sengaja menurnkan doa bersama dan memberangus anak-anak PKI." jelasnya

"Buku ini sangat menarik. Diceritakan dengan santai, mengalir dan sederhana. Meskipun di akhir ceritanya ketika dia bertemu dengan seorang perempuan pertama waktu berhubungan. Perempuan ini sudah tidak mengingatnya lagi peristiwa yang dulu" paparnya

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline