Lihat ke Halaman Asli

Bukan Lagi Dunia Maya

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Darma L Wirayuda PADA awalnya, setiap lay.in.in internet akrab disapa dunia maya. Pasalnya, penikmat internet hanya memperoleh informasi dari orang asing, tak dikenal. Tak urung, penikmat internet kian terjebak dalam ruang individualitas akut, jarang berinteraksi dengan kehidupan nyata. Dalam kajian komunikasi, model seperti itu disebut komunikasi satu arah. Belakangan, tanpa disadari, berbagai fasilitas yang kian canggih terus bermunculan. Penikmat internet taklagiiadi orang asing dalam kehidupan. Melalui internet, pola hidup baru seakan dimulai. Interaksi secara langsung antarmanusia kerap terjalin melalui saluran online, baik melalui chatting, e-mail, Friendster, Twitter, dan yang terbaru dan cukup fenomenal yaitu Fncebook. Sontak, sem/janya mengikis sekecil mungkin sekat jarak dan waktu. Dalam konteks komunikasi, internet menjelma jadi media yang paling murah guna mempropagandakan pesan karena mudah diakses. Buktinya, dari hari ke hari, media online tumbuh bak jamur di musim hujan. Lebih dari itu, kini, semua bisa ditemukan di internet. Ilmu pengetahuan, informasi, buku terbaru, bisnis, bahkan sampai uang sekali pun dapat diolah di sana. Kalau berbicara kepuasan, tentu dapat terpenuhi. Ibnu Ghifarie, pemimpin umum sunan-gnnungdjnti.com, mengakui kepuasan batinnya selama malang melintang dalam mengarungi dunia online. Artinya, terlalu ketinggalan zaman bila manusia abad ini masih menganggap internet sebagai dunia maya. Lebih keterlaluan lagi, kiranya, jika sivitas akademika seperti mahasiswa dan dosen, masfh juga buta akan dunia ini. Sebab, berbagai literatur perkuliahan versi cetak hampir terkikis dengan versi digital. Salah satu buktinya ialah begitu berjibunnya segudang e-book yang memuat materi berbobot dan berkualitas. Dikatakan hampir terkikis, karena dari segi biaya, literatur versi digital lebih murah. Dalam upaya meladeni perkembangan zaman, cukup tepat bila para bloger membangun harian online, seperti situs sunangunwigdjati. com. Paling tidak, setia memfasilitasi mahasiswa memperkaya wawasan, mulai dari filsafat, pendidikan, komunikasi, gender, sastra, budaya, ekonomi, hingga politik. Sunangu-nungdjati.com juga menghadirkan gagasan dosen yang kompeten dengan sistematika. Pertanyaan mendasar dan memerlukan penelusuran lebih lanjut ialah, sudah sedemikian pekakah mahasiswa terhadap perkara ini? Bila melihat data pengguna internet di Indonesia pada 2007, terdapat 20 juta jiwa. Tentu tahun ini telah lebih banyak mengalami pertambahan jumlah. Namun, apakah mereka telah memahami bahwa kini internet tidak dapat dikebut dunia maya lagi? Artinya, dari sekian puluh juta pengguna internet telah benar-benar memanfaatkannya sebagai ruang nyata. Sekalipun tidak berinteraksi fisik, setidaknya terjadi pergumulan gagasan. Sedikit banyak, pengelola snnanguuungdjnti. com telah mengejawantahkan pemahaman. Internet adalah Tanahnya. Karena itu, tanpa ragu mereka turut menciptakan dunia baru. [Rostrum Media Indonesia, Minggu 7 Maret 2010]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline