Lihat ke Halaman Asli

Sang Plagiator

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sunan Gunung Djati-Seorang profesor (guru besar) universitas swasta terkemuka di Kota Bandung kesandung masalah plagiarisme atau plagiat. Ia “terbukti” melakukan plagiat terhadap tulisan orang lain.

Diberitakan Tribunjabar (10/2), sang profesor mengakui tindakannya, meminta maaf, dan mengundurkan diri sebagai guru besar.

Saya pikir, sang profesor bukan tidak mampu menulis sendiri, tapi karena malas atau tidak mampu meluangkan waktu untuk menulis. Karena malas dan “tidak ada waktu” itu pula yang menjadikan sang profesor tidak sendirian. Artinya, banyak “orang kampus” yang melakukan aksi plagiat, termasuk “membeli” tulisan untuk diakui sebagai karyanya.

Tidak sedikit pula mahasiswa S1, S2, bahkan S3 yang tidak menulis sendiri skripsi, tesis, atau disertasinya.Mereka menggunakan tangan dan pikiran orang lain untuk meraih gelar akademis. Saya pikir, seperti sang profesor, mereka juga bukan tidak mampu menulis sendiri, tapi tidak mau, malas, atau tidak mampu meluangkan waktu untuk menulis sendiri.

Belum lagi, entah berapa persen mahasiswa yang terbiasa “copas” (copy paste) tulisan orang lain ketika memenuhu tugas makalah atau esai. Saya sendiri, sebagai dosen honorer, sekuat mungkin memberikan tugas membuat makalah kepada para mahasiswa karena “suuzhan” mereka tidak membuat sendiri alias “copas” setelah “berselancar” ke Mbah Google misalnya.

Ensiklopedia bebas atau kamus online Wikipedia mengartikan plagiarisme sebagai “penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Di dunia pendidikan, pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas. Pelaku plagiat disebut sebagai plagiator (www.id.wikipedia.org).

Kasus plagiarisme juga marak seiring maraknya blogging. Pemilik blog yang tidak mampu, tidak mau, atau tidak sempat menulis sendiri, dengan mudah bisa “copas” tulisan orang lain. Saya sendiri menjadi korban plagiarisme ini. Check this out!

Yang paling menjengkelkan, sering sekali saya menemukan buku yang sebagian isinya persis sama dengan buku yang saya tulis, tanpa jujur menyebutkan sumber bahwa sang penulis mengutip tulisan saya! Cek deh buku-buk tentang penyiaran (broadcasting) atau jurnalistik. Saya sendiri sering mengutip tulisan orang lain dalam buku atau artikel saya, tapi saya selalu menyebutkan sumbernya, dengan jujur, sebagai bagian dari ketaatan pada Kode Etik Jurnalistik.

Plagiarisme, plagiat, atau copy paste “membudaya” di kalangan kampus dan blogger, utamanya karena menulis belum membudaya atau tidak dibudayakan. Budaya menulis pun kian terdesak dengan kehadiran Facebook yang mengancam budaya blogging. Facebooker pun, seperti dikemukakan seorangdokter di Mail One, terancam pikun dan stroke karena kurang mengoptimalkan fungsi berpikir atau daya nalarnya.

“Anybody can make history. Only a great man can write it!” Maka, mari menjadi great man, bukan “plagiat man”! Wasalam. (www.romeltea.com).* [ASM ROMLI]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline