Lihat ke Halaman Asli

Sunandar Umar

Seorang Ayah yang belajar menulis

Bonus Demografi, Berkah atau Bencana?

Diperbarui: 18 Februari 2020   20:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: Hello.com

Analisis para ahli kependudukan bahwa Indonesia diprediksi akan mendapatkan BONUS di tahun 2030-2040 yakni BONUS DEMOGRAFI. Bonus Demografi, dimana penduduk dengan umur produktif (usia 15-64 tahun) lebih besar jumlahnya dibanding umur tidak produktif (usia di bawah 15 tahun dan di atas  64 tahun). Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan beberapa tahun mendatang. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2018 jumlah penduduk Indonesia mencapai 265 juta jiwa, kemudian pada tahun 2024 angkanya berpotensi meningkat hingga 282 juta jiwa dan 317 juta jiwa tahun 2045. Pada periode 2030-2040, penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 287 juta jiwa (Kementerian PPN/Bappenas RI, 2017). 

Hasil proyeksi ini sejalan dengan laporan woldometers pada tanggal 27 Januari 2019, dimana tingkat dependency ratio atau angka ketergantungan  penduduk Indonesia pada tahun 2019 mencapai angka 45,59 persen, yakni setiap 100 penduduk usia produktif menanggung 46 penduduk tidak produktif. Angka ketergantungan ini diperkirakan akan terus turun seiring makin meningkatnya persentase usia produktif.

Gambar: Demografi Penduduk Indonesia Tahun 2019 (Sumber: woldometers)

Tentu saja merupakan suatu berkah dengan melimpahnya penduduk usia kerja yang akan menguntungkan dari sisi pembangunan khususnya pembangunan ekonomi, yang dapat memacu pertumbuhan ke level yang lebih tinggi. Dampaknya diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Akan tetapi berkah ini kemungkinan akan berubah menjadi bencana ketika kedatangan BONUS tersebut tidak  disiapkan dengan baik.

Permasalahan yang paling nyata telah tampak di depan mata kita adalah ketersediaan lapangan pekerjaan. Menjadi pertanyaan, apakah Negara mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk menampung 64 persen penduduk usia kerja di tahun 2030-2040? Kalaupun tersedia, mampukah sumber daya manusia (SDM) yang melimpah ini bersaing di dunia kerja dan pasar global? Human Development Index (HDI) negara kita tergolong masih rendah dari 182 negara di dunia, yang berada pada urutan 111. Untuk kawasan ASEAN negara kita berada pada urutan keenam  dari 10 negara ASEAN. Indonesia masih berada di bawah Philipina, Thailand, Malasyia, Brunei dan Singapura. HDI yang rendah menjadi salah satu indikator kurang kompetitifnya SDM Indonesia di pasar kerja, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Untuk dalam negeri sekali pun kita masih kalah dari pekerja asing. Banyak peluang kerja dan posisi strategis malah ditempati pekerja asing.

Pembangunan SDM menjadi skala prioritas dituntaskan sebelum BONUS itu datang. Bukankan menjadi bencana apabila jumlah usia kerja yang besar itu akan menjadi "ledakan pengangguran" yang diakibatkan oleh kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan dan kurang kompetitifnya usia kerja.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline