Lihat ke Halaman Asli

Sunan Amiruddin D Falah

TERVERIFIKASI

Staf Administrasi

Meliterasi Gaya Hidup "Biar Tekor Asal Kesohor" Sang Biang Kerok Utang dan Kebohongan

Diperbarui: 6 Desember 2024   14:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: senivpetro/Freepik/kompas.com

Menaikkan gaya hidup sudah sering dilakukan oleh banyak orang, jauh sebelum dunia digital mulai mengambil alih interaksi sosial manusia. Eksistensi manusia di era digital sangat cenderung dan jauh lebih eksis dari era sebelumnya, bila ukurannya merujuk pada pemenuhan gaya hidup. 

Kalau pada masa lalu salah satu sikap atau tindakan seseorang yang lebih mementingkan popularitas ketimbang kondisi finansial atau hasil usaha yang benar sering disebut "biar tekor asal kesohor", kini sikap atau tindakan tersebut menjadi lebih sederhana dengan makna lebih luas dalam istilah flexing.  

Maka wajar bila akhirnya kemampuan finansialnya tidak sepadan dengan pemenuhan gaya hidupnya. Oleh karena itu, untuk memenuhi gaya hidup flexing, pamer atau "biar tekor asal kesohor" dengan pelaku berkemampuan ekonomi pas-pasan atau kekurangan, tentu saja hanya bisa dilakukan dengan dua cara untuk memenuhinya, yaitu berutang dan berbohong. 

Orang yang melakukan flexing, pamer atau "biar tekor asal kesohor" adalah mereka yang terlalu memaksakan gaya hidup. Biar dibilang keren, dikatakan beken atau dielu-elukan, mereka rela berutang dan berbohong demi gengsi. 

Parahnya, selain kemampuan finansial yang loyo, pada umumnya orang yang melakukan flexing sama sekali tak mempunyai kemampuan literasi keuangan. Terutama literasi dalam menyusun kebutuhan mana yang harus dipenuhi terlebih dahulu jika merujuk pada teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow. 

Karena di era digital, sebagian besar orang kini cenderung kehilangan pemahaman tentang hierarki kebutuhan. Orang lebih cenderung ingin memenuhi kebutuhan langsung ke tingkat teratas, yakni penghargaan dan aktualisasi diri sehingga pada akhirnya banyak yang terjerembab pada jerat utang dan kasus penipuan. 

padahal untuk memenuhi kebutuhan dasarnya saja, sesungguhnya mereka belum mempunyai kemampuan sehingga ketika yang dikejarnya langsung pada kebutuhan tingkat di atasnya, mereka memaksakan diri demi memenuhi gaya hidup yang sejatinya belum mampu dijangkau.   

Terlebih di era digital, dengan segala kemudahan akses penawaran untuk mendapatkan uang dan popularitas instan, kembali yang bisa dilakukan oleh mereka yang dengan kemampuan ekonomi pas-pasan bahkan kekurangan tapi ingin selalu bergaya hidup, adalah dengan pinjol dan membuat konten flexing. Tapi gaya hidup yang bagaimana sesungguhnya, yang tergolong biar tekor asal kesohor di era digital?

Beberapa gaya hidup yang selaras dengan "biar tekor asal kesohor" di era digital, yang juga sudah mewabah di dunia nyata cenderung bersumber dari dua perilaku, yakni flexing dan FOMO (Fear of Missing Out), yang ujung-ujungnya dipenuhi dengan cara berutang dan berbohong karena ketidakmampuan ekonomi mereka. 

Flexing dan FOMO ini pada titik tertentu sebenarnya telah banyak dilakukan oleh banyak orang, jauh sebelum era dunia digital berkembang dan menyasar pada perilaku orang-orang yang ingin pamer. Seperti pamer perhiasan imitasi, pamer mobil pinjaman, melaksanakan pesta pernikahan atau pesta lainnya yang ujungnya memunculkan utang pernikahan atau utang pesta. Lalu ada yang mengikuti berbagai aktivitas gaul sesuai zamannya tetapi dengan memaksakan diri utang pinjam hingga berbohong untuk memenuhi akomodasinya dalam beraktivitas.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline