Lihat ke Halaman Asli

Sunan Amiruddin D Falah

TERVERIFIKASI

Staf Administrasi

Roasting Politik dan Punchline Politik Private Jet

Diperbarui: 7 Oktober 2024   13:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: CHY/HERYUNANTO/KOMPAS.ID

Dunia politik akhir-akhir ini diselimuti perilaku olok-olok. Orang-orang yang melakukannya pun datang dari kalangan elite politik. 

Tetapi yang tak disangka-sangka, olok-olok tersebut, yang berikutnya akan disebut sebagai roasting politik direspons dengan melakukan punchline politik (garis pukulan; bagian pukulan) oleh yang dikritik akibat suasana (set up) yang dibangun oleh para pengkritik politik dengan cara me-roasting.

Respons punchline kini seolah menjadi pionir perlawanan bagi para politisi yang tidak terima dikritik terutama dengan cara-cara yang cenderung bernuansa olok-olok (roasting) atau lebih tepatnya bullying.

Olok-olok atau memang lebih tepat disebut bullying di dunia politik, sudah mulai tampak sejak dunia digital mengambil alih dominasi keterlibatan interaksi aktivitas politik di seluruh dunia. Di Indonesia, perilaku me-roasting politik menjadi semakin masif seusai bergulirnya narasi politik dinasti. 

Kritik bernuansa olok-olok tentu saja lebih sering menyasar keluarga Jokowi. Sejumlah kata, frasa, pelabelan atau julukan yang mengarah ke pemaknaan negatif yang digunakan untuk melakukan roasting pada keluarga Jokowi antara lain, klemar-klemer, plonga-plongo, belimbing sayur, samsul, nepo baby, Mulyono, bebek lumpuh dan lainnya. 

Seiring waktu bergulir, ternyata kritik yang dibangun melalui roasting dengan menggunakan kata, frasa, pelabelan atau julukan yang mengarah ke pemaknaan negatif, telah menciptakan nuansa politik yang juga menghadirkan kebimbangan bagi para elite politik dalam mengambil keputusan atau mengeluarkan kebijakan.  

Suatu set up politik yang dibangun oleh masyakarat terutama para pengkritik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai keterlibatan politik melalui roasting dengan  harapan terjadi perubahan pada poin yang dikritik. Tetapi yang terjadi atas kritik-kritik bernuansa roasting ternyata ditanggapi santai atau positif bahkan cenderung menantang oleh mereka yang dikritik. 

Kini roasting politik justru mulai direspon dengan memberikan punchline atau bagian pukulan, yang membuat para pengkritik malah merasa ditantang, dilawan, menjadi marah, tidak terima hingga sakit hati meskipun diantara punchline politik yang dilakukan sesuai dengan roasting yang dilontarkan. 

Di mana salahnya ketika misalnya Gibran justru melakukan punchline dengan menggunakan kata samsul yang tertera di belakang jaket warna biru dengan logo Naruto saat segmen kedua debat keempat Pilpres 2024 waktu di-roasting lewat julukan samsul (merujuk asam sulfat setelah salah sebut asam folat). 

Punchline politik berikutnya dilemparkan oleh putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang saat mendampingi calon Bupati dan calon Wakil Bupati Kabupaten Tangerang Zulkarnain-Lerru Yustira, yang kabarnya sekarang telah mendapatkan nomor urut 3 (tiga) di Pilkada 2024.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline