Lihat ke Halaman Asli

Sunan Amiruddin D Falah

TERVERIFIKASI

Staf Administrasi

Berpikir Taktis

Diperbarui: 17 Agustus 2024   08:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: PIXABAY/NUGROHO DWI HARTAWAN/KOMPAS.COM

Agak ironis rasanya batin berujar ketika Kompasiana mengangkat topik pilihan berlatar Hari Kemerdekaan 17 Agustus, terutama ketika ajakan untuk bercerita berkaitan dengan praktik-praktik baik dan berdampak yang telah dilakukan oleh orang-orang hebat di lingkungan sekitar atau sebut saja oleh 'local heroes'. Mengapa?

Pasalnya, di era digital seperti sekarang sangat sulit menemukan orang-orang di lingkungan sekitar untuk bisa dinilai dan dianggap hebat telah melakukan suatu perbuatan yang berdampak baik bagi banyak orang melalui praktik-praktik baik. Tetapi meskipun begitu, di ruang lingkup nasional melalui dunia digital, masih banyak terdapat orang-orang hebat yang memberikan manfaat dan inspirasi dan layak disebut 'local heroes' di lingkungannya masing-masing.

Setiap bangsa Indonesia memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaannya, pikiran-pikiran di benak masyarakat secara otomatis akan terhubung dengan perjuangan para pahlawan dan tokoh bangsa. Maka tak pelak bila hari kemerdekaan menjadi pemicu aktifnya memori tentang sejarah, perjuangan, pahlawan, tokoh bangsa, pergerakan kaum muda dan masih banyak memori lainnya. Hal inilah yang membuktikan bahwa memaafkan lalu melupakan mustahil terjadi.

Sebab memori akan selalu kembali saat bertemu pemicunya sehingga jikapun seluruh rakyat memaafkan para penjajah, kenangan tetap melekat di benak bangsa Indonesia. Memori-memori yang mustahil bisa dilupakan itu kemudian dimanifestasi ke dalam acara peringatan kemerdekaan, yang selanjutnya memunculkan tradisi lomba 17 Agustusan-an di hampir seluruh penjuru Indonesia. Mulai dari Tanah Abang sampai Rawa Bangke dari Sabang sampai Merauke.

Perlombaan 17 Agustus yang diadakan setiap tahun di berbagai wilayah Tanah Air sesungguhnya terdiri dari berbagai jenis permainan yang sudah ada sejak lama, seperti panjat pinang, lomba balap karung, lomba tarik tambang, lomba balap lari memindahkan sesuatu (bendera, batu, belut, ikan atau lainnya), lomba balap bakiak, lomba balap egrang, lomba makan kerupuk, lomba pukul-pukulan bantal, dan beraneka lomba lainnya.

Selaian untuk seru-seruan atau bersenang-senang, perlombaan 17 Agustus yang terkorelasi dengan kemerdekaan bangsa Indonesia yang diraih dengan penuh perjuangan, pengorbanan, luka, derita, keringat, air mata, darah dan jiwa mempunyai makna filosofis antara lain:

1. Memupuk Keberanian dan Memacu Semangat Juang
Dalam sebuah perlombaan atau pertandingan peserta yang tampil di medan lomba tentunya adalah orang yang memiliki keberanian untuk tampil di depan banyak orang dan siap berjuang untuk mendapatkan kemenangan. Bukan sekadar merebut hadiah, hal ini berarti dibutuhkan keberanian dan semangat berjuang, yang dahulunya telah dicontohkan oleh para pahlawan dalam merebut kemerdekaan.

2. Membangun Kerja Sama atau Gotong Royong
Banyak lomba yang dilakukan secara kelompok, sehingga memerlukan kekompakan untuk memenangkannya. Hal ini dimaknai sebagai bentuk kerja sama atau gotong royong yang sudah menjadi ciri khas bangsa Indonesia sejak zaman dahulu. Terutama kebersamaan dalam merebut kemerdekaan dari penjajahan.

3. Mempererat Persatuan dan Kesatuan

Berkumpulnya masyarakat di sebuah tanah lapang atau lokasi perlombaan berarti mempererat rasa persatuan dan kesatuan setiap warga di wilayah masing-masing. Semangat persatuan dan kesatuan ini merupakan representasi atas kemerdekaan bangsa Indonesia yang dapat diraih dengan persatuan dan kesatuan bangsa yang cenderung diinisiasi oleh semangat sumpah pemuda 28 Oktober 1928.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline