Lihat ke Halaman Asli

Sunan Amiruddin D Falah

TERVERIFIKASI

Staf Administrasi

Berpikir Cuan

Diperbarui: 10 Agustus 2024   16:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: CapCut_pikiran gua tu cuna cuan/CapCut.com

"Rezeki itu sebenarnya ada dimana-mana tanpa kita sadari. Namun, pemikiran sering menyangkal dan akhirnya cuan pun melayang. Mulai ubah pemikiran agar cuan datang dan menambah rezeki anda" -klinikmaucuan-

Apakah mungkin kita hidup tanpa smartphone? Jawaban untuk pertanyaan berikut seharusnya hanya ada dua pilihan sederhana. Yaitu jawaban mungkin atau tidak mungkin. Tetapi tentu saja jawaban apa pun yang dipilih antara kedua pilihan mesti dijelaskan dengan alasan berikut fakta dan datanya.

Kehadiran smartphone dengan dukungan sistem operasi dan teknologi informasi berbasis internet telah mengubah cara manusia dalam melakukan berbagai interaksi sosial digital. Sebagian besar pengguna smartphone terutama yang masuk dalam kategori generasi topping sejak pandemi Covid-19 adalah orang-orang yang 'berpikir cuan'. Dengan kata lain, ngonten dengan tujuan utama untuk meraih cuan.

Maka bagi generasi topping, hidup tanpa smartphone bukan saja tidak mungkin tetapi berarti menutup pintu surganya dan membuka jalan menuju 'kiamat'. Dunia digital dengan segala fasilitas media informasinya, sedekat ini telah membuka celah seluas-luas dan sebebas-bebasnya peluang cuan bagi banyak orang. 

Cuan yang dimaksud di dunia digital meliputi berbagai keuntungan finansial yang bermula dari informasi tentang monetisasi dari segala bentuk aplikasi game atau beraneka fitur aplikasi, platform digital dan platform media sosial lainnya. Keuntungan finansial juga bisa lebih cepat dan berlimpah dihasilkan oleh para pedagang atau pebisnis online yang memanfaatkan aplikasi, platform digital atau platform media sosial.

Selain keuntungan finansial secara langsung berupa nominal uang, baik berupa uang kontan maupun uang digital yang lebih dulu terakumulasi lewat pengumpulan poin, koin, voucher, komisi atau lainnya, cuan juga bisa berupa keuntungan atau keberhasilan berbentuk status sosial digital profesional atau popularitas seperti terbentuknya sosok kreator konten menjadi selebgram, sebebX, selebTikTok, youtuber, influencer, story teller atau profesi digital lainnya, yang berimbas pada peraihan keuntungan ekonomi. 

Raihan keuntungan finansial atau pencapaian status sosial digital profesional atau popularitas di dunia digital, dari beberapa fakta yang ada cenderung jauh lebih mudah dan lebih cepat dibanding ketika berupaya untuk meraihnya di dunia offline. Mengapa kecenderungan itu bisa terjadi? Apa penyebabnya?

Sebelumnya, yang perlu diketahui adalah bahwa sebagian besar orang yang kini mulai turut berinteraksi sosial di dunia digital tidak sekadar memanfaatkan smartphone sebagai hiburan semata atau menggunakannya hanya untuk alat berkomunikasi, melainkan sudah bertransformasi untuk tujuan cuan dan cuan atau selalu 'berpikir cuan'. 

Pikiran cuan pulalah yang membuat segala cara dan strategi digunakan dalam setiap konten yang dibuat dan diunggah ataupun dalam melakukan interaksi sosial digital. Tak peduli cara dan strateginya mengandung unsur yang bertentangan dengan norma kebaikan, moral, etika, adat istiadat, nilai sosial yang luhur, agama, hak orang lain maupun hukum yang berlaku, "yang penting cuan".

Oleh karena itu apa pun dilakukan demi mengejar viral dan mendapatkan akumulasi tertinggi dari keterlibatan audiens (engagement rate) yang ujungnya akan meningkatkan jumlah viewer, follower, subscriber, click, like, tap love, comment atau lainnya dan akan memberikan dampak bagus terhadap penentuan verifikasi akun, validasi akun hingga centang biru akun. Sebab ketika seorang kreator konten sudah berhasil mendapatkan centang biru maka kesempatan meraih cuan berupa uang atau status sosial profesional digital semakin dekat. 

Di dunia digital, akumulasi penilaian tidak berproses dalam garis linier, sehingga perolehan angka didasarkan atas data kuantitatif, bukan kualitatif. Maka konten apa pun yang meraih fase headline, trending, fyp atau lebih umum disebut fase viral akan memiliki peluang jauh lebih cepat meraih cuan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline