Lihat ke Halaman Asli

Sunan Amiruddin D Falah

TERVERIFIKASI

Staf Administrasi

Monetisasi Politik: Sampai Kapan Akumulasi Nilai Ekonomi Tentukan Nasib Bangsa?

Diperbarui: 25 Maret 2024   19:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: kompas.id/ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Rekapitulasi KPU telah menetapkan pemenang pemilu 2024. Dengan perolehan 58.59 persen suara atau 96.214.691 suara yang diraih pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabumbing Raka, pasangan nomor urut 2 (dua) ini ditetapkan menjadi presiden dan wakil presiden untuk periode 2024-2029 mengalahkan dua pasangan lainnya.

Tetapi di balik besaran suara yang diraih oleh tiap pasangan calon presiden dan wakil presiden, terutama besar raihan suara 8 (delapan) partai yang lolos ambang batas parlemen 4 persen, di dalamnya terdapat nilai ekonomi yang kemudian bisa dikonversi menjadi bentuk lain yang bernilai ekonomi politik.

Seperti diketahui bahwa untuk bisa meraih sejumlah besar suara pemilih diperlukan biaya yang tidak sedikit. Mulai dari biaya pencalonan, alokasi anggaran branding, pengeluaran dana kampanye, belanja APK hingga vote buying yang tidak bisa begitu saja dinafikan karena faktanya tetap terjadi di lapangan.

Dari portal berita daring didapat informasi terkait modal menjadi caleg cukup variatif. Menurut LPM FE UI, modal untuk menjadi caleg anggota DPR RI berkisar Rp 1.15 miliar - 4.6 miliar, dan caleg DPRD Provinsi Rp 250 juta - Rp 500 juta. Sementara menurut Prajna Research Indonesia merincikan modal pecalonan sebagai berikut: calon anggota DPR RI Rp 1 miliar - Rp 2 miliar, calon anggota DPRD Provinsi Rp 500 juta - Rp 1 miliar, dan calon anggota DPRD Kabupaten/Kota Rp 250 juta - Rp 300 juta. Bahkan menurut salah seorang Ketua Umum partai dibutuhkan uang hingga Rp 40 miliar untuk bisa menjadi anggota DPR RI dari DKI Jakarta.

Suara caleg bukan sekadar mewakili suara seorang calon yang kemudian melenggang ke parlemen, melainkan mewakili suara rakyat. Secara teori konsepnya begitu. Tapi pada praktiknya, akumulasi raihan suara caleg turut mendukung, mendistribusi dan menentukan keberlangsungan posisi sebuah partai yang nantinya erat dengan koalisi, oposisi, transaksi, rekonsiliasi, kontrak, balas budi politik dan lainnya hingga ke pencalonan capres dan cawapres untuk masa lima tahun mendatang. 

Keseluruhan biaya politik yang dikeluarkan oleh masing-masing calon dalam upayanya mendulang suara di hari pencoblosan pada 14 Februari 2024 yang lalu kini telah terakumulasi melalui penetapan hasil rekapitulasi KPU dan terkonversi menjadi peraihan jumlah kursi, terutama untuk kursi DPR RI 2024. Dikutip dari nasional.kompas.com didapat perhitungan raihan kursi sebagai berikut :

1. PDI-P: 110 (18.97 persen) kursi 

2. Golkar: 102 (17.59 persen) kursi 

3. Gerindra: 86 (14.83 persen) kursi 

4. PKB: 68 (11.72 persen) kursi 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline