Lihat ke Halaman Asli

Sunan Amiruddin D Falah

TERVERIFIKASI

Staf Administrasi

Agak Laen: "Omon Koson" Politik, Jalan Buntu Demokrasi

Diperbarui: 22 Februari 2024   20:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: tandaseru.di/gurusiana.id

Ungkapan "Banyak jalan menuju Roma" sepertinya tidak berlaku untuk digunakan sebagai cara atau metode alternatif menuju demokrasi Indonesia yang bersih dan sehat.

Sebab jalan apapun yang telah coba ditempuh untuk menuju demokrasi bersih dan sehat masih saja terbentur oleh patologi politik yang sedekat ini belum mampu diminimalisir apalagi dimusnahkan.

Patologi politik merupakan sebentuk gangguan atau segala hal yang dapat menghambat jalannya proses pelaksanaan menuju terciptanya demokrasi bersih dan sehat.

Bahayanya, patologi politik yang semakin menahun ternyata mampu membelokkan idealisme personal dan kelompok, yang sejatinya membawa semangat konstitusi dan niat yang bersih serta pikiran positif atau sehat ketika pertama kali terjun ke kancah politik.

Dari sebuah jurnal politik berjudul, "Kungkungan Patologi Politik Hancurkan Budaya Luhur Bangsa" yang di tulis oleh M Sidi Ritaudin, ada tiga bentuk patologi politik yang dapat diidentifikasi, yaitu transactional politics, abuse of power dan conflict of interest.

Satu, transactional politics yang diterjemahkan sebagai transaksi atas janji-janji, kesepakatan-kesepakatan dan balas budi politik atas jasa politik baik antar elite politik, politisi dengan konstituen hingga politisi dengan pengusaha atau penyandang dana yang masing-masing mempunyai agenda terselubung yang ujungnya akan meloloskan suatu kepentingan, pastinya akan menyempitkan jalur politik bagi para politisi tanpa transaksi.

Dua, abuse of Power, secara sederhana dimaknakan sebagai penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan. Penyalahgunaan yang umumnya dilakukan melalui berbagai cara dengan mengatasnamakan jabatan atau kedudukan yang ditujukan untuk meraih kepentingan tertentu.

Tiga, conflict of interest atau pertentangan kepentingan yang dapat diartikan suatu keadaan penyelenggara atau pemerintah, kelompok atau partai dan koalisinya serta legislatif, eksekutif atau yudikatif yang memiliki kepentingan pribadi, kelompok, partai, lembaga atau institusinya dalam wewenang atau kuasanya sehingga dapat memengaruhi berbagai kebijakan dan keputusan strategis yang menguntungkan diri, kelompok, partai, lembaga atau institusinya.

Ketiga bentuk patologi politik tadi bila dicermati cenderung mengarah pada satu diksi, yakni 'kepentingan'. Lalu apa yang membuat kepentingan menjadi begitu seksi untuk digapai? Mengapa kepentingan menempati posisi di atas pertemanan bahkan permusuhan?

Jusuf Kalla pernah berkata, "Jadi politik itu dinamis sekali, karena itulah dalam politik tidak ada kawan dan lawan abadi. Hari ini berlawanan, tapi ujungnya bersamaan. Itu biasa saja dalam politik," Jakarta, Selasa 25/5/2019 (cnnindonesia.com). Perkataan Jusuf Kalla sejalan dengan adagium "Dalam politik itu tidak ada pertemanan abadi dan permusuhan abadi. Yang ada adalah kepentingan abadi".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline