"Tiga bulan yang lalu saya itu bukan siapa-siapa bapak ibu sekalian. Saya masih dikatain plonga-plongo, dikatain samsul, dikatain takut debat"
Kalimat di atas merupakan potongan pidato yang disampaikan Gibran di Istora Senayan Jakarta pada Rabu malam, 14 Februari 2024 menyusul pidato Prabowo Subianto terkait respon atas hasil hitung cepat atau quick count yang menunjukkan keduanya akan memenangkan pilpres satu putaran.
Merespon potongan pidato Gibran, sejenak saya terdiam dan membatin tanya, "Lalu yang sungguh-sungguh bukan siapa-siapa itu siapa?"
Saya jadi teringat ketika berkali-kali pernah menyaksikan pidato-pidato para inspirator atau motivator terutama saat bisnis multi level marketing (MLM) sedang berada di masa-masa jaya dan booming. Pidato mereka saat itu umumnya dimulai dengan bercerita bahwa dulu dirinya bukan siapa-siapa hingga akhirnya sukses dan bisa berdiri di atas podium.
Tetapi dari hampir semua cerita yang mereka sebut bahwa dulunya bukan siapa-siapa, mereka adalah orang-orang yang benar-benar beranjak dari bawah. Tidak dikenal sama sekali. Tidak memiliki apa-apa. Mereka memulainya dari pedagang asongan, tukang becak, pengamen, pedagang sayur keliling, guru honorer atau lainnya. Bahkan ada yang tidak tamat sekolah.
Ingin rasanya saya berada di sana dan menginterupsi dengan berkata, "Hello! Situ anak presiden Bosku! Tentu tidak diiringi gaya celingak-celinguk sambil membungkukkan badan dan memasang posisi tangan di atas kedua pasang mata seperti tengah menerawang nan jauh di sana untuk mencari sesuatu.
Gatal rasanya kaki ini untuk melangkah, mencari dan menemukan pakar kelirumologi Jaya Suprana lalu bertanya, "Pak Jaya, kalimat Gibran termasuk kelirumologi nggak sih?". "Lah, kok segitunya ya!"
Kalau saya yang tiba-tiba dicalonkan jadi wakil presiden lewat jalur apapun untuk dipasangankan dengan Prabowo Subianto, kemudian dimisalkan menang hasil hitung cepat, maka berjuta kali wajar jika saya mengatakan bahwa tiga bulan lalu saya bukan siapa-siapa.
Tapi apa lacur, berani bermimpi pun tidak. Terlebih, sepanjang hayat saya tidak pernah bersentuhan dengan kepartaian dan dunia politik, kecuali memenuhi hak saya untuk memberikan suara. Masalahnya, yang bicara tiga bulan lalu bukan siapa-siapa adalah seorang Gibran. Orang se-Indonesia tahu dong siapa Gibran.
Satu, "Situ anak presiden Bosku!", banyak yang berpendapat andai Gibran Rakabuming Raka bukan anak Presiden Jokowi, jelas tak mungkin dirinya dapat melenggang bebas ke bursa pencalonan wakil presiden. Terutama ketika proses pencalonannya dinilai kontroversi. Maka klaim opini publik tentang anak presiden adalah privilese tentu saja sulit terbantahkan.