Lihat ke Halaman Asli

Sunan Amiruddin D Falah

TERVERIFIKASI

Staf Administrasi

Menguak Tabir Warisan Tak Benda

Diperbarui: 7 November 2023   09:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi warisan tak benda. Sumber gambar dari RC/KOMPAS/NASIONAL.KOMPAS.COM

Bukan kebetulan saya lahir di keluarga muslim, maka agama saya bukan kebetulan Islam. Bagi saya, tidak ada kalimat seandainya saya lahir di Swedia atau Israel dari keluarga Kristen atau Yahudi lalu bertanya tentang jamin-menjamin apakah saya akan tetap beragama Islam.

Seandainya berandai-andai itu bisa mengubah situasi, kondisi atau keadaan berputar kembali atas kemauan yang bisa kita putuskan sendiri, sepertinya bumi, tanah, air dan segenap manusia yang terkandung dipermukaannnya cenderung akan baik-baik saja. Mengapa bisa begitu?

Sebab kata seandainya pada konteks 'agama warisan' sebagai salah satu bentuk warisan tak benda adalah ruang nol, hampa, pepesan kosong atau khayalan bentuk lampau. Sesuatu yang bukan kebetulan kita terima lalu kita ikuti, dan faktanya saya lahir di Jakarta, bukan Swedia atau Israel.  

Saya tidak bisa memilih dari rahim ibu dan benih ayah yang mana serta di mana saya akan tinggal setelah dilahirkan. Kewarganegaraan saya hasil registrasi, nama saya pemberian atas harapan dan doa orang tua, Islam saya keturunan.

Seandainya saya seorang Presiden yang sebentar lagi akan lepas masa jabatan setelah tahu tidak bisa diperpanjang lagi, apakah ada jaminan bahwa saya tidak akan meloloskan anak saya yang belum memenuhi batas syarat usia capres cawapres untuk maju ikut pemilihan? Tidak. Mengapa?

Karena kata seandainya pada konteks yang mengarah ke 'warisan tak benda' dalam konteks kekuasaan (Presiden) merupakan bentuk khayal masa ke depan. 

Sebuah ruang kosong yang masih dapat diisi meskipun dengan persentase kemungkinan yang sangat kecil, yang ketika itu terjadi bisa saja saya akan mengikuti jejak pemimpin sekarang dengan mengundang makan siang istana sebagai jamuan terakhir untuk mengukuhkan pembagian warisan tak benda kepada anak saya. Tetapi apakah cara saya bijak dan bertanggungjawab?

Buntungnya, jangankan posisi Presiden, jadi pengajar, guru atau dosen saja tidak. Padahal orang tua saya profesinya guru, mengapa profesi orang tua tak diwariskan kepada saya? Apa yang sebenarnya harus diwariskan oleh orang tua pada anak-anaknya?

Warisan adalah sesuatu yang diwariskan, seperti harta, nama baik, harta pusaka. Beranjak dari definisi tersebut warisan berarti bisa terdiri dari benda berwujud dan tidak berwujud (tak benda). Nama baik dari makna tersebut kita garis bawahi sebagai segala warisan tak benda yang ditujukan untuk kebaikan-kebaikan.  

Warisan tak benda bukan dalam kontek 'warisan budaya tak benda', bisa merujuk apa saja. Mulai dari orang tua pedagang gerobak atau kaki lima (bakso, mie ayam, ketoprak, gado-gado atau lainnya) yang anaknya ternyata berprofesi sama. Artis anaknya jadi artis, pengacara anaknya pengacara, dokter anaknya juga dokter dan lain sebagainya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline