Lihat ke Halaman Asli

Sunan Amiruddin D Falah

TERVERIFIKASI

Staf Administrasi

Menyoal Celah KKN di Balik Aturan Perizinan

Diperbarui: 31 Oktober 2023   12:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: CHY/KOMPAS.ID

Bunyi UUD Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 33 ayat 3, "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat"

Undang-undang tersebut merupakan payung hukum bagi negara atas pengusaan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, tentu dengan catatan krusial bahwa penggunaannya ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Merujuk pada UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 maka aturan terbaru Menteri ESDM tentang penggunaan air tanah wajib mendapatkan izin Kementrian ESDM merupakan aturan turunan berdasarkan UU tersebut.  

Akan tetapi, sependek fakta pengalaman dan pengetahuan, agak sulit memercayai segala aturan perizinan yang dibuat akan terlaksana sesuai dengan prosedur dan tujuan yang telah diaturkan dalam penerapannya.  

Ketidakpercayaan tersebut bukan hanya ditujukan pada birokrasinya, melainkan juga pada orang-orang yang hendak mendapatkan perizinan apapun itu. Termasuk kali ini berkaitan dengan Izin Air Tanah.

Seperti yang sudah-sudah, payung hukum seharusnya menjadi bagian dari apa yang peribahasa sebut sebagai "sedia payung sebelum hujan", yaitu wadah hukum untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Terutama terhadap aturan-aturan perizinan yang mempunyai celah korupsi, kolusi dan nepotisme sedemikian besar dan terbuka.

Menyoal besar dan terbukanya celah aturan perizinan yang rawan disimpangkan, juga tidak terlepas dari jargon negatif bahwa 'peraturan dibuat untuk dilanggar'.

Sementara melihat kebiasaan masyarakat kita sampai hari ini diberbagai tempat, waktu, lokasi dan kegiatan, masih tidak tampak kedisiplinan mematuhi aturan ditegakkan. Tidak perlu jauh, hampir setiap hari kita bisa melihat bagaimana pelanggaran lalu lintas yang itu-itu lagi tetap dilakukan.

Mulai dari melawan arus, masuk jalur transjakarta, melintasi trotoar jalur pejalan kaki, menerobos lampu merah, tidak pakai helm dan pelanggaran lalu lintas lainnya, yang seringkali hanya berupaya dipatuhi ketika beredar informasi akan ada razia besar.

Fakta pelanggaran lalu lintas itu menunjukkan bahwa jargon negatif 'peraturan dibuat untuk dilanggar' bukan sekadar jargon, melainkan sudah menjadi kebiasaan yang memerlukan terapi khusus untuk mengubahnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline