Assalamualaikum Warakhmatullahi Wabarakatuh
Saudara-Saudara Sekalian,
Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah atau jas merah yang pernah dipidatokan oleh Bung Karno saat terakhir kali pada masa kepresidenannya, yang disampaikan pada 17 Agustus 1966, apa saudara-saudara tidak keliru dengar? Tidak.
Mengutip salinan pidato itu dari wikipedia.org, suku kata 'me' memang dimaksudkan untuk meninggalkan bukan melupakan. Apa bedanya? Sederhana, meninggalkan lebih cenderung memiliki unsur kesengajaan, sementara melupakan merupakan perbuatan ketidaksengajaan.
Maka merujuk pidato'jangan sekali-kali meninggalkan sejarah' terhadap pilpres 2024 yang sebentar lagi akan tiba, Bung Karno berpesan agar bangsa Indonesia tidak bisa begitu saja dengan sengaja meninggalkan sejarah.
Itu artinya, bangsa ini juga diharapkan tidak meninggalkan sejarah perjalanan demokrasi politik dan pemilu sejak bergulirnya era reformasi.
Suatu masa yang dimulai dengan peristiwa Mei 1998, yang secara fundamental banyak merubah perjalanan demokrasi politik bangsa Indonesia sebagai awal perjalanan baru politik perubahan itu sendiri.
Kemajuan demokrasi politik kemudian terealisasi pertama kalinya pada pemilu tahun 2004. Ketika itu rakyat mulai dapat menentukan arah demokrasi dengan memilih capres cawapresnya secara langsung.
Perjuangan demokrasi berdarah-darah yang pernah dilewati untuk sampai di titik rakyat dapat menentukan pilihan presiden dan wakilnya secara langsung, seyogianya wajib diapresiasi dengan tidak menodai demokrasi melalui cara apapun.
Oleh karenanya bangsa yang besar ini diminta untuk 'Jas Merah' jangan sekali-kali meninggalkan sejarah, termasuk di dalamnya 'Jas Merah' demokrasi politik.