Film dokumenter adalah film yang mendokumentasikan kenyataan. Istilah dokumenter pertama digunakan dalam resensi film Moana (1926) oleh Robert Flaherty, ditulis oleh Moviegoer, nama samaran John Grierson di New York Sun pada tanggal 8 Februari 1926.
Pada dasarnya film dokumenter merepresentasikan kenyataan. Artinya film dokumenter berarti menampilkan kembali fakta yang ada dalam kehidupan. Film dokumenter merujuk pada semua jenis film non fiksi termasuk film pendidikan, perjalanan, sejarah kepahlawanan, biografi, rekonstruksi atau investigasi.
Di era ngonten seperti sekarang, film dokumenter seharusnya diibaratkan buku teks bagi para pelajar dan mahasiswa/mahasiswi, yang validasi rujukan ilmiahnya cenderung sudah terverifikasi sebagai bahan referensi untuk karya tulis, karangan atau artikel ilmiah, skripsi, jurnal atau lainnya.
Maka ibarat buku teks pula, rekomendasi film dokumenter yang dibuat oleh orang-orang profesional atau kelompok orang dengan profesi terpercaya dibidangnya bisa menjadi sumber referensi dengan tingkat validitas yang teruji.
Film dokumenter, sejatinya dibuat berdasarkan fakta dengan mengolah data, sumber data, teori, pengamatan dan wawancara langsung pada pelaku, korban dan/atau saksi terhadap suatu peristiwa atau kejadian perjalanan, sejarah, sosial, alam, kriminal atau lainnya. Sehingga dari sudut pandang manapun, film dokumenter tersebut memiliki tingkat validitas yang teruji.
Dengan bertumbuhnya profesi seperti story teller, podcaster, youtuber atau lainnya, yang memproduksi berbagai informasi dalam kemasan konten melalui hasil kreasi dan inovasinya, sudah semestinya setiap konten yang mereka produksi memiliki sumber rujukan terpercaya.
Salah satu sumber rujukan atau referensi valid dan terpercaya bagi profesi story teller, podcaster, youtuber dan semacamnya adalah film dokumenter. Sebab kemasan konten mereka umumnya identik dengan video, yang tentu saja setara dengan kemasan film dokumenter.
Oleh karenanya, film dokumenter dalam tingkat validitas yang sudah teruji akan sangat bermanfaat dalam memitigasi risiko interaksi sosial digital yang dapat ditimbulkan oleh produk konten seperti risiko tuduhan atas plagiator, fitnah digital, pencemaran nama baik dan hoax. Di mana letak manfaat film dokumenter dalam memitigasi risiko interaksi sosial digital?
Pertumbuhan story teller dengan tema kriminalitas yang tengah menjamur misalnya, memproduksi konten-konten cerita nyata tentang pembunuh berantai dan berbagai kriminalitas yang mengambil refrerensi dari berbagai sumber.
Tidak jarang pula para story teller yang mengangkat cerita kriminalitas terbaru. Namun realitas konten kriminalitas yang diproduksi masih banyak di antaranya yang mengambil sumber informasi dari sisi permukaannya saja bahkan tanpa merujuk sumber yang valid sehingga informasi tentang pelaku, korban, saksi, locus delicti, tempus delicti dan lain sebagainya menjadi bias.