Indonesia ingin membawa ASEAN menjadi kawasan yang memiliki peran penting, bagi negara kawasan dan dunia. Baik berperan sentral sebagai motor perdamaian maupun kesejahteraan kawasan. Selain itu, Indonesia juga ingin menjadikan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan dan dunia.
Pada Keketuaan Indonesia di ASEAN 2023, keinginan yang demikian itu merupakan cita-cita luhur bangsa Indonesia atas kawasan ASEAN dalam merepresentasikan tema "ASEAN matters: Epicentrum of Growth" yang bermakna Indonesia akan menjadikan ASEAN tetap penting dan relevan bagi masyarakat ASEAN dan dunia.
Dengan menyusun 3 Pilar Priorities Economic Deriverables, yaitu Recover-Rebuilding, Digital Economy dan Sustainability, Indonesia yakin akan mampu mewujudkan cita-cita luhurnya. 3 Pilar Priorities Economic Deriverables yang disusun menunjukkan bahwa faktor pemulihan ekonomi, ekonomi digital dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan menjadi prioritas atau fokus utama untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut. Mengapa 3 pilar yang disusun berfokus pada sektor ekonomi?
Menurut Prof. Sadono Sukirno, pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita secara terus menerus dalam jangka panjang. Jadi pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator dari keberhasilan pembangunan ekonomi. Dengan demikian, kenaikan pendapatan per kapita yang secara terus menerus dapat diraih dalam jangka panjang, selain menjadi sebuah faktor pemulih dan penumbuh perekonomian, juga merupakan suatu indikator petunjuk keberhasilan pembangunan ekonomi.
Berikutnya, keberhasilan pembangunan ekonomi merupakan bagian dari terbentuknya kemajuan dan kesejahteraan suatu bangsa atau kawasan. Sehingga ketika keberhasilan pembangunan ekonomi sudah mampu dicapai maka stabilitas dan kekuatan ekonomi dengan sendirinya akan menciptakan kesejahteraan dan perdamaian suatu bangsa dan kawasan. Serta melalui stabilitas dan kekuatan ekonomi pula suatu bangsa atau kawasan dapat ikut berperan penting dalam menumbuhkan perekonomian dunia. Tetapi bagaimana cara mewujudkannya?
Digital economy sebagai salah satu pilar priorities economic deriverables adalah potensi terbesar bidang ekonomi yang memiliki kesiapan untuk digarap di kawasan Asia Tenggara yang dinilai sangat berpotensi untuk menjadi episentrum pertumbuhan ekonomi dunia saat ini. Oleh sebab kawasan Asia Tenggara memiliki sejumlah faktor strategis, antara lain jumlah penduduk yang besar dan kekayaan sumber daya alamnya.
Di era serba digital, selain kesiapan sarana dan prasarana yang sudah tersedia, ekonomi digital merupakan cara berkegiatan ekonomi dengan banyak kelebihan. Lebih cepat, lebih mudah , ekonomis, transparan, melintas jarak dan batas serta dapat terintegrasi ke semua sektor perekonomian sehingga cenderung mempunyai kemampuan sebagai pembentuk sistem ekonomi makro.
Maka melalui konektivitas sistem pembayaran regional atau Regional Payment Connectivity (RPC) berorientasi ekonomi makro, pilar digital economy akan mengambil porsi besar untuk mengarahkan dua pilar lainnya menuju epicentrum of growth dalam upaya meraih kemajuan, stabilitas dan kekuatan perekonomian secara komprehensif atau menyeluruh di kawasan ASEAN.
Beranjak dari Presidensi G20 Indonesia tahun 2022 yang telah mengangkat isu pembayaran lintas batas sebagai agenda prioritas, berlanjut dengan Keketuaan Indonesia di ASEAN. Maka Indonesia lewat Bank Indonesia (BI) kini mempunyai tugas untuk merealisasikan konektivitas sistem pembayaran regional sebagai sebuah cara jitu memanfaatkan sistem ekonomi digital untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi kawasan dan dunia. Tetapi mengapa Regional Payment Connectivity (RPC) harus berorientasi ekonomi makro?
Masih menurut Prof. Sadono Sukirno, makro ekonomi adalah sebuah cabang ilmu ekonomi yang mempelajari kegiatan utama perekonomian secara komprehensif atau menyeluruh terhadap berbagai masalah pertumbuhan ekonomi.