Senin, 2 Mei 2016 masyarakat Indonesia terutama wilayah Kuta Utara, Badung, Bali dikejutkan oleh sebuah peristiwa penembakan yang dilakukan oleh anggota Buru Sergap Kepolisian setempat terhadap seorang Turis Bali yang dikabarkan kerap berbuat onar. Peristiwa penyergapan yang berakhir penembakan ketika itu diliput di berbagai media televisi dan media sosial.
Berdasar informasi dari berbagai media berita online, Turis Bali yang dikenal sebagai mantan petarung MMA (Mixed Martial Arts) bernama Amokrane Sabet seringkali berulah atau berbuat onar. Dia kerap makan di restoran tanpa membayar, menebar ancaman, mengganggu pengguna jalan, menggoda wanita, ugal-ugalan dalam berkendara hingga menikam anggota Kepolisian.
Bule yang masuk Indonesia (Bali) menggunakan visa bebas kunjungan wisata tersebut, tercatat belum melaporkan ijin tinggal yang kabarnya sudah tidak berlaku sejak 29 Agustus 2015. Untuk diketahui bahwa pihak berwenang telah menerima laporan warga atas perilaku buruk Amokrane yang meresahkan tetapi masih gagal dalam melakukan penjemputan atau pengamanan.
Hingga pada puncaknya terjadi peristiwa penembakan terhadapnya setelah usaha penjemputan paksa tetap gagal dilakukan. Meski telah berupaya melakukan negosiasi, Amokrane melawan bahkan menantang aparat Kepolisian. Bahkan di saat peristiwa itu terjadi, salah seorang anggota Polisi menjadi korban penusukan dan kehilangan nyawa. Oleh karena itu tindakan tegas terukur diambil oleh Kepolisian dengan menembak Amokrane. Peristiwa penembakan terhadap Amokrane yang terjadi sekira 7 tahun lalu itu sempat menghebohkan jagat maya.
Berkaca dari kasus Amokrane Sabet atas perilaku buruk para turis mancanegara yang kini tengah menjadi sorotan di media sosial, hal yang paling krusial untuk dilakukan adalah tindakan tegas. Tentu saja tindakan tegas yang dimaksud bukan tindakan terukur seperti yang dilakukan kepada Amokrane. Tindakan tegas yang dimaksud berkaitan erat dengan status dan masa berlaku visa yang dimiliki turis.
Seorang turis dengan visa kunjungan wisata seperti yang digunakan oleh Amokrane setelah melewati masa berlakunya berpotensi menjadi turis nakal. Penyalahgunaan status visa oleh turis bisa terjadi karena tidak adanya tindakan tegas oleh pihak terkait dalam melalukan upaya seharusnya; deportasi.
Dalam kasus Amokrane, upaya penjemputan paksa yang dilakukan terhadap turis tersebut meski informasinya telah dilakukan pemanggilan dan ada pelaporan dari masyarakat, baru dilaksanakan sekira 8 bulan sejak ijin tinggalnya tidak berlaku di 29 Agustus 2015. Sehingga terkesan ada pembiaran terhadap hukum yang dilanggar yang seharusnya diberlakukan pada turis.
Karenanya, menyikapi ulah turis yang sekarang menjadi sorotan di media sosial dengan melakukan berbagai pelanggaran lalu lintas, perbuatan asusila, mengamen, membuka usaha fotografer, penyewaan motor, penyewaan vila sampai prostitusi,yang perlu dilakukan adalah tindakan hukum yang tegas dengan menjatuhkan sanksi. Kemudian berkoordinasi dengan pihak terkait (imigrasi) dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap status atau masa berlaku tinggal dalam dokumen atau visa yang miliki turis.
Sehingga jika hasil pemeriksaan terbukti bahwa turis tersebut melanggar status visa atau ijin tinggalnya, tindakan tegas selanjutnya tidak lain adalah deportasi. Sebuah tindakan yang semestinya sederhana saja. Tetapi mengapa sulit dilakukan?