Bukan kebetulan saya lahir di Indonesia dari pasangan bersuku Jawa-Sunda yang muslim, maka saya berkewarganegaraan dan berkebangsaan Indonesia serta beragama Islam. Berkulit sawo matang, berambut hitam, berhidung pesek dan bertumbuh agak pendek, yang mencirikan bahwa fisik saya juga Indonesia. Jikalau saya lahir di Paris-Perancis, di New York-Amerika, di Dubai-UEA atau di Perth-Australia dengan ciri fisik tetap demikian apakah saya masih Indonesia?
Saya tidak bisa memilih dilahirkan di mana, dari orang tua yang mana dan ditumbuhkembangkan di mana? Nama saya bukan warisan tapi dipilihkan dengan titipan doa terkandung di maknanya. Agama saya bukan warisan tapi dipilihkan dengan titipan pesan agar menetap dan menguatkan keimanan serta ketakwaan dalam menjalaninya. Begitupun kewarganegaraan bukan warisan, hak pilih saya masih prematur ketika data diri dititipkan orang tua ke instansi keadministrasian kependudukan sebagai kewajiban berbangsa dan bernegara dengan harapan kelak menjadi warga negara yang berguna bagi Indonesia.
Setelah bertumbuh dan dewasa, saya menyadari bahwa nama, agama atau jiwa nasionalis setiap orang bisa bersitegang dengan situasi dan kondisi yang berada di luar kendalinya. Sehingga pada masa-masa ketegangan itu terjadi, nama dipertanyakan, agama (Tuhan) bisa dihianati dan besarnya jiwa nasionalis seorang warga negara terhadap bangsa dan negaranya diuji.
Orang bisa saja merasa lelah, salah atau kalah dengan situasi dan kondisinya sehingga memutuskan untuk berganti nama, beralih agama atau berpindah kewarganegaraan. Tetapi jika kemudian keputusan tersebut yang diambil, muncul pertanyaan, apakah seorang warga yang berganti nama, beralih agama atau berpindah kewarganegaraan akan kehilangan jiwa nasionalisnya?
Sepemahaman saya nasionalis merupakan orang yang melaksanakan atau mengimplementasikan paham nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut kbbi.kemdikbud.go.id, nasionalis (n) pencinta nusa dan bangsa sendiri; (n) orang yang memperjuangkan kepentingan bangsanya; patriot; (a) nasional. Sementara nasionalisme (n) paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri; sifat kenasionalan; (n) kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu; semangat kebangsaan.
Saya adalah seorang raje (RAkyat JElata; rakyat biasa, bukan bangsawan, bukan hartawan atau orang kebanyakan). Bila saya punya kesempatan bertanya pada sesi tanya jawab yang dibuka Presiden Jokowi lewat facebook dan youtube sekira 5 atau 6 tahun lalu, saya akan bertanya, apa ukuran seorang warga negara disebut nasionalis?
Jika seorang warga negara sudah memenuhi ukuran nasionalis hari ini---tapi esok misalnya, namanya diganti Makar, agamanya beralih paham radikal karena terjebak doktrinisasi, atau pindah kewarganegaraan, masihkah dia nasionalis? Apakah raja dan presiden juga punya ukuran nasionalis? Bukankah berjiwa nasionalis adalah pilihan? Atau jangan-jangan nasionalis hanya titipan! Barangkali juga dianggap warisan.
Dalam setiap program acara talk show di televisi atau konten talk show di berbagai platform media sosial yang membahas berbagai permasalahan pemerintah (bangsa dan negara), saya sering menyaksikan debat tak tuntas antara pemerintah (bangsa dan negara) dan para raja yang sesekali melibatkan raje dalam program acara atau kontennya. Tetapi raja yang saya maksud di sini adalah orang yang besar kekuasaannya atau pengaruhnya dalam suatu lingkungan, orang yang memiliki keistimewaan khusus---yang dalam program acara atau konten adalah orang-orang yang diundang sebagai eksekutif, legislatif, yudikatif, pimpinan suatu kelompok, profesi ahli, pengusaha atau pebisnis sukses, budayawan, pengamat atau pihak berwenang di bidang bahasan yang sesuai dengan tema program atau kontennya.
Setiap bahasan permasalahan pemerintah (bangsa dan negara) dalam beragam program acara atau konten yang dipublikasi, kerap didapati talk show berisi diskusi tak berujung, debat kusir tak bersolusi, masuk telinga kiri keluar kanan.