Lihat ke Halaman Asli

Sunan Amiruddin D Falah

TERVERIFIKASI

Staf Administrasi

Asingo'

Diperbarui: 8 Desember 2022   09:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada tahun 1920, seorang polisi Detroit bernama William Potts membuat sinyal lampu lalu lintas yang terdiri dari tiga warna sebagai penanda berhenti, hati-hati dan jalan. Maksud dan tujuan pembuatan lampu lalu lintas antara lain adalah untuk mengatur pergerakan kendaraan dan mengurangi kecelakaan yang terjadi akibat rem mendadak, terutama di tiap persimpangan jalan. 

Suatu waktu di pertigaan lampu lalu lintas saya mengalami kejadian menjengkelkan.  Ketika itu lampu lalu lintas di jalur saya menyala hijau. Artinya posisi kendaraan motor yang saya kendarai mendapat giliran jalan.

Tetapi belum lama menarik gas dan hendak melintasi pertigaan lampu lalu lintas itu, dari jalur lain sebuah motor menerobos tiba-tiba. Saya terkejut dan refleks menginjak pedal dan menarik tuas rem. Terlambat sedikit saja rasanya motor saya akan menabrak sempurna.

Pengendara dan motor penerobos lampu merah itu selamat. Sedang saya nyaris terjerembab di aspal akibat terlalu kuat mengerem. Bukannya menerima permohonan maaf, saya malah dibuat terkejut untuk kedua kalinya karena tiba-tiba penerobos itu meluapkan amarah, menunjuk-nunjuk muka saya. Mencaci maki dengan kata-kata kasar. Saya mematung dan menghela napas. Diam. Tak mau berpanjang urusan. Tak habis pikir. Kok yang salah malah marah dan ngotot pula.  

Kejadian yang saya alami ternyata pernah juga dialami oleh beberapa teman. Ada yang bilang bahwa reaksi penerobos adalah hal yang biasa terjadi di jalan. Sebuah strategi untuk memengaruhi psikologis orang atas kuasa. Melakukan gertak atau marah lebih dahulu sebelum orang yang menjadi seteru konflik melakukannya.

Strategi yang secara psikologis akan menempatkan gertak atau amarah (emosi) yang diluapkan lebih dulu menjadikan seseorang berada di atas angin atau memiliki kuasa atas konflik yang terjadi. Apakah berhasil?

Pastinya, seorang William Potts akan kecewa dengan para penerobos lampu merah seperti itu sebab sinyal lampu berwarna merah diperuntukkan untuk berhenti. Lain waktu, saya menyaksikan kejadian yang sama seperti kejadian yang saya alami di satu persimpangan lampu lalu lintas.

Saya melihat sang penerobos lampu lalu lintas sinyal berhenti meluapkan amarah pada pengendara yang hampir terjatuh akibat ngerem mendadak untuk menghindari tabrakan. Rupanya sang penerobos sedang berupaya menjalankan strategi kuasa. Tapi lacur, dia bertemu lawan konflik yang tak bisa dipengaruhi. Keributan tak terelakkan. Strategi kuasa tak berhasil dilasanakan. Saya berlalu dari sana. Entah apa cerita akhirnya.  

Di lain kesempatan saya mendengar keluh kesah seorang teman tentang perilaku geng motor yang semakin meresahkan. Ia berkeluh kesah bukan tanpa alasan. Salah satu kerabat dekatnya mendapat luka jahitan di kepala setelah dibacok anggota geng motor di tepi jalan saat hendak pergi ke warung. Keluhnya, tak ada satu pun alasan atau kesalahan yang bisa menjelaskan mengapa itu dilakukan pada kerabatnya.

Di berbagai portal berita daring, peristiwa serupa ternyata banyak terjadi. Kasus-kasus geng motor melakukan vandalisme atau menyerang orang tanpa alasan ikut memenuhi kolom berita. 

Di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya (terutama Klaten dan Magelang) terjadi fenomena kejahatan jalanan yang disebut klitih atau yang memiliki kepanjangan kliling golek getih (keliling cari darah). Suatu perilaku buruk yang identik dengan apa yang dilakukan oleh geng motor. Mengapa mereka melakukan perusakan atau penyerangan bahkan tanpa kausa?   

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline