Lihat ke Halaman Asli

Berikan Aku Surga

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ada keributan yang selalu menerobos kepalaku. Merampas mimpi-mimpiku yang baru bermunculan dan merenggut tidurku. Keributan yang terjadi setiap malam. Keributan yang muncul dari balik dinding dan pintu kamarku.

Apa kamu dengar suara itu? Suara ribut itu muncul lagi! Bukan hanya suara pertengkaran dan perccekcokan, tapi juga suara derai piring yang pecah terlempar serta gedubrak peralatan lain yang suaranya bikin bising. Coba dengarkan suara itu, bisakah kamu mendengarnya?

Setiap malam aku selalu mendengar suara ribut itu dan suara itu selalu membuat aku terjaga dari tidurku. Mengapa mereka selalu bertengkar? Mengapa mereka saling menyalahkan? Sungguh aku tidak megerti dan aku mulai benci dengan suara ini.

Dari balik pintu kamarku yang terbuka, aku melihat ibu dan ayah bertengkar di ruang makan. Mereka saling membentak dan saling menyalahkan. Terlihat gelas Kristal yang terlempar, melayang ke udara membentur dinding rumah dan menimbulkan suara yang membuat aku ngeri melihatnya. Pyar……!!! Suara itu mengiringi pecahnya gelas Kristal. Aku tidak tahu siapa yang melempar gelas itu. Ibu mulai menjerit dan berteriak seolah tidak terima dengan perbuatan ayah. Derai air mata keluar dari mata sipitnya dan membasahi pipinya yang halus dan putih itu. Tapi ayah tidak peduli dengan air mata itu. Wajah ayah merah, semerah cabai tua. Mereka biasa seperti itu. Aku hanya mengerti bahwa sesuatu telah terjadi, tapi aku tidak mengerti mengapa itu terjadi.

Plak..!! suara tamparan mendarat di pipi ibuku. Aku semakin tak kuasa melihat pertengkaran ini. Mengapa ayah begitu jahat kepada ibuku? Mengapa ayah selalu memukul wajah ibuku? Tamparan itu membuat ibu terjatuh dan darah segar mengalir dari hidungnya yang memar. Ibu hanya diam dan menangis menahan luka di hatinya.

Setelah tamparan itu, suasana menjadi hening. Hanya suara detik jam dinding yang mengiringi isak tangis ibu. Tangan yang seharusnya digunakan untuk melindungi ibu telah ternoda oleh tamparan itu. Ayah kemudian pergi meninggalkan ibu sendiri.

Ayah..mengapa kau bagitu jahat pada ibu…??

Jika ibu punya salah, maka maafkanlah.!!

Dan jadikanlah keluarga kecil ini menjadi surga bagiku. jangan kau merubahnya menjadi neraka, karena aku tidak kuat merasakannya.!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline