Lihat ke Halaman Asli

Kado dari CNTQ, Goresan Tinta Guru MAN 3 Bantul

Diperbarui: 26 November 2023   05:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menjadi seorang guru bisa menjadi momentum yang indah. Jika itu digoreskan dalam sebuah tulisan maka momentum indah itu akan abadi sepanjang masa. Seperti tulisan guru Rachmat Okta Ariyanto seperti di bawah ini. 

                                                                                                         Kado dari CNTQ
                                                                                                   Rachmat Okta Ariyanto

 

Namaku Okta, guru MAN 3 Bantul yang terlahir di Surabaya. Empat tahun setelah kelahiranku, terjadi pergolakan besar di Indonesia. Kota Surabaya juga ikut bergejolak. Kantornya bos ayahku ikut dibakar oleh orang-orang tidak bertanggung jawab. Akhirnya, ayahku membawaku pindah ke Klaten

Aku tumbuh dan dibesarkan di Klaten. Aku mulai mengikuti sekolah formal di SDN 2 Bulan. Memang nama SD-ku unik, jika dibaca sekilas orang akan mengira aku hanya bersekolah SD selama 2 bulan. Padahal, Bulan di nama SD-ku itu menunjuk ke nama tempat, yaitu Desa Bulan.

Mulai di SD inilah bakat dan potensiku di matematika muncul. Aku dipercaya oleh sekolah untuk mengikuti olimpiade matematika tingkat kecamatan, Hasilnya, aku berhasil meraih peringkat 8 dari sekian banyak peserta yang ikut. Walaupun tidak bisa lanjut ke tingkat berikutnya, hal itu membuatku mulai senang dengan matematika hingga akhirnya kuliah di jurusan matematika.

Setelah belasan tahun dibesarkan di Klaten, aku akhirnya memberanikan diri untuk merantau. Pada seleksi CPNS tahun 2018, aku memilih formasi di Provinsi DIY. Alhamdulillah, tanpa disangka aku berhasil lolos dan ditempatkan di MAN 3 Bantul mulai Bulan Mei tahun 2019. Karena masuk di akhir tahun pelajaran, maka aku masih harus menunggu sekitar dua bulan untuk mulai mengajar di kelas, Rasanya sangat senang bertemu dengan siswa-siswi MAN 3 Bantul yang memiliki sikap ketawadhu'an luar biasa terhadap guru.

Pada awal tahun 2020, aku ditunjuk menjadi wali kelas X Mipa 2 sementara untuk menggantikan Bu Isma yang sedang cuti sakit. Karena sudah kenal dengan siswa-siswinya, maka aku dengan senang hati melaksanakan tugas tersebut. Siswa-siswi X Mipa 2 memang lebih bisa dikondisikan daripada siswa-siswi kelas X yang lain.

Salah satu tugas wali kelas adalah mendampingi siswa dalam pengajian kelas. Saat itu, pengajian kelas dilaksanakan di rumah salah satu siswi X Mipa 2 yang bernama Isnaini, tepatnya di Desa Timbulharjo. Aku berangkat bersama siswa-siswi dari madrasah. Di tengah perjalanan, aku terpisah dengan rombongan mereka. Karena bukan orang asli Bantul, aku pun kebingungan dan sempat tersesat. Akhirnya, aku gunakan google maps dan bertanya pada orang yang aku temui di jalan. Akhirnya sampai juga di rumah Isna.

Sekitar dua bulan aku jadi wali kelas X MIPA 2, badai Covid-19 mulai memasuki Indonesia, tepatnya di Bulan Maret. Pihak madrasah akhirnya memutuskan agar sementara siswa-siswi belajar dari rumah. Keputusan itu aku sampaikan di grup kelas X MIPA 2. Mereka merespon dengan girang atas adanya kabar tersebut.

Awalnya siswa-siswi diminta untuk belajar di rumah selama 2 minggu. Namun, keputusan belajar di rumah ternyata terus-menerus diperpanjang karena Covid-19 semakin menyebar kemana-mana. Siswa-siswi yang awalnya senang belajar di rumah akhirnya mengeluh juga. Mereka tidak bisa memahami materi pembelajaran kalau tidak dijelaskan secara langsung. Hal itulah yang akhirnya membuat aku harus berpikir bagaimana agar siswa-siswi bisa memahami materi pembelajaran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline