Lihat ke Halaman Asli

Memaknai Neng, Ning, Nung, Nang, Gung Ki Hadjar Dewantara

Diperbarui: 2 Juni 2024   23:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembelajaran menyenangkan. Doc. UAW

Kurikulum Merdeka yang diterapkan saat ini banyak mengambil filosofi Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara. Di mana tujuan Pendidikan adalah “menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Guna memaknai tujuan tersebut, guru perlu memahami banyak hal agar bisa mencapainya. Salah satunya filosofi Neng, Ning, Nung, Nang, Gung.

Filosofi ini bukan sekadar memaknai kata, namun pula diambil dari suara gamelan jawa yang sering kita dengar. Sebagai orang awam, pasti terhenyak, bahwa dari suara gamelan saja, maknanya begitu mendalam. Belum juga lirik atau syair tembang yang diiringi.

Kita semua pasti pernah mendengar suara gamelan Jawa. Terdengar suara Neng, Ning, Nung, Nang, Gung pada irama gamelan. Penamaan suara-suara ini memiliki makna mendalam yang dapat dipelajari oleh guru dalam mendidik murid-muridnya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Layaknya disebutkan dalam tujuan Pendidikan di muka.

Neng

Suara Neng dalam gamelan Jawa bermakna ‘Meneng' yang berarti diam. Di makna di dalamnya adalah diam dan tenang. Diam dan tenang di sini adalah perhatian untuk mendengarkan secara aktif. Sebagai seorang guru sudah sepantasnya selalu perhatian dan mendengar dengan aktif. 

Untuk selalu belajar dan adaptif dengan segala perubahan. Belajar secara terus menerus. Tidak berhenti dalam satu buku. Namun harus selalu menjadi manusia pembelajar. Diam terus belajar, bergerak untuk kemajuan Pendidikan. Jangan sampai guru menyuruh muridnya belajar, tapi guru tidak pernah mau mengupdate pengetahuannya dan tidak mau belajar.

Ning

Memiliki arti ‘Wening’. Di mana maknanya adalah bening, jernih dalam hati dan pikirannya. Sebagai guru penting memiliki hati dan pikiran yang jernih. Dengan demikian dia akan mengajar dengan hati. Penuh cinta dan kasih sayang terhadap murid-muridnya. Mengajar tanpa pamrih. Jadi guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang tanpa pamrih bukan sekadar slogan. Namun pula dijalani pada setiap langkah guru dalam mengajar dan mendidik murid-muridnya. 

Melalui kejernihan hati dan pikiran inilah yang akan menghasilkan guru-guru yang berkualitas sesungguhnya. Yaitu yang mendidik dengan hati, memanusiakan manusia sebagaimana mestinya. Sehingga menghasilkan murid-murid yang jernih pula hati dan pikirannya. Murid yang berkarakter, penuh kasih sayang, juga ‘welas asih’.

Nung

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline