Pak, apakah kita sedang memandang langit yang sama. Di mana mega-mega senampak wajah purnama. Bermandi cahaya harapan dan cinta.
Tiba-tiba aku merindukanmu, Pak. Diskusi tentang politik, dari kabar yang kau baca dari lembaran koran. Bicara tentang pendidikan, dari berita layar televisi yang mulai berwarna buram.
Aku juga rindu. Pertanyaan-pertanyaanmu dari radio lawas milikmu. Yang kau bawa saat siangi gulma di kebun belakang rumahmu.
Sekarang, apa kabar ladang kita yang tinggal sepetak? Tak ada lagi wajahmu yang berapi-api bercerita tentang panen jagung juga ketela. Padi menguning milikmu yang tak seberapa.
Satu yang selalu kuingat. Kau selalu tersenyum, apapun yang aku ceritakan. Semua jawaban yang aku berikan. Dan mendebat puas dengan yang kau inginkan.
Pak, asap yang mengepul, aroma sigaret, tembakau, juga klembak, serta cengkehmu, memenuhi ruang ingatanku. Menggigilkan keriduanku padamu, lelaki berwajah purnama.
-Ummi Azzura Wijana-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H