Lihat ke Halaman Asli

Kearifan Lokal Bernilai Universal

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kearifan lokal yang perlu kita tiru.

Baru saja kita dihebohkan oleh dieksekusimatinya 2 (dua) orang TKW kita di Arab Saudi yaituSiti Zainab dan Karni Tarsim. Pemerintah Indonesia sudah berusaha untuk memberikan bantuan hukum sampai tuntas, mulai dari tahap awal pendampingan terdakwa sampai permohonan ampunan kepada keluarga atau ahli waris yang terbunuh. Namun permohonan ampunan ternyata tidak dapat diberikan sehingga eksekusi mati dengan ditembak mati tidak dapat dihindarkan. Tapi ada prosedur yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah Arab Saudi, yaitu tidak adanya notifikasi pelaksanaan eksekusi itu kepada pemerintah. Atas pelanggaran tersebut maka Indonesia telah melakukan protes diplomatik. Protes itu merupakan bagian dari perlindungan terhadap terpidana mati karena hukum Saudi Arabia memang memberikan hak untuk diperlakukan sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Saudi Arabia. Notifikasi kabarnya bukan keharusan namun menurut Dubes Arab Saudi di Jakarta biasanya dilakukan dan kalau kali ini tidak perlu pendalaman.. Hak terpidana mati dari hukum mereka harus dipenuhi sejak tahap penyelidikan sampai dengan eksekusi matinya.

Norma yang hidup dan berkembang di masyarakat

Manusia adalah mahluk yang paling sempurna yang diciptakan oleh Alloh Yang Maha Kuasa. Walau mahluk yang sempurna namun manusia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri sehingga perlu bantuan dari orang lain. Oleh karena itu manusia harus hidup bermasyarakat dengan manusia lain, bergaul dan membangun kerja sama dengan orang lain dalam komunitas. Agar pergaulan dapat berlangsung baik tanpa menyinggung orang lain maka harus dilakukan sesuai dengan tata kesusilaan dan tata kesopanan yang berlaku. Bahkan untuk pergaualan yang bersifat formal baik nasional maupun internasional dikenal adanya tata keprotokolan. Untuk kalangan diplomatik berlakulah tata pergaulan internasional yang tunduk kepada hukum internasional dan kebiasaan yang berlaku baik di kalangan diplomat dan konsuler serta pejabat tinggi lainnya.

Di kalangan masyarakat hidup dan berkembang tata kesusilaan yang menjadi pedoman hidup pribadi anggota masyarakat. Dalam pergaulannya dengan orang lain maka setiap orang juga harus tunduk kepada tata kesopanan. Selain dipengaruhi oleh adat istiadat maka tata kesusilaan dan tata kesopanan juga dipengaruhi oleh norma agama yang dianut oleh anggota masyarakat. Bila tata kesusilaan dan tata kesopanan itu dilengkapi dengan sanksi yang tegas maka berubahlah menjadi tata atau norma hukum sehingga ada yang disebut delik kesusilaan, delik aduan, delik umum dan sebagainya. Penegakan norma-norma kesusilaan dan kesopanan itu sangat berbeda dengan norma hukum yang memerlukan keterlibatan pemerintah/negara sehingga biasanya lebih tegas dan juga bisa lebih kejam.

Semua negara pada umumnya mengembangkan sistem hukum yang hidup, tumbuh dan berkembang sesuai dengan rasa keadilan yang hidup dan aspirasi masyarakatnya. Hukum yang berlaku di Indonesia misalnya walau setelah kita merdeka dikembangkan sesuai dengan pandangan hidup dan aspirasi rakyat Indonesia namun hukum kita sangat dipengaruhi oleh hukum continental karena awalnya memang disusun dan dikembangkan oleh penjajah pemerintah Belanda. Sedang hukum yang berlaku di Arab Saudi yang menerapkan syariah Islam dikenal sebagai negara yang tanpa penjara karena bila ada yang mencuri dan tertangkap, maka bila mencurinya dengan tangan kanan maka dipotonglah tangan kanannya dan bila terbukti salah membunuh orang lain maka hukumannya adalah dipancung. Pertanyaanya adalah apakah norma hukum dan sistem hukum itu selalu menjadi solusi? Ternyata tidaklah demikian.

Suatu media sosial memberitakan bahwa Kabupaten/Kota Bima yang selama ini dikenal sebagai salah satu daerah yang terkenal dengan tingkat kriminalitas tinggi. Namun kita tidak pernah mengira bahwa di Bima ada satu perkampungan bernama desa Maria, yang termasuk kedalam Kecamatan Wawo yang setiap harinya selalu diwarnai dengan sikap dan perilaku damai, tidak pernah ada tindakan kriminal sekecil apapun.; Di sana kabarnya tidak pernah ada pencurian, tawuran atau tindak kriminalitas dalam bentuk apapun," ujar tim sosial budaya Subkorwil 4/Bima Ekspedisi NKRI 2015, Fitriatul Fauziah. Luar biasa.

Kalaupun ada warga Desa Maria yang melakukan tindak pidana di luar Desa Maria, akan menerima sanksi sosial keras dari penduduk Desa Maria. Jika ada pendatang baru, mereka juga dituntut untuk menyesuaikan diri dengan adat dan kebiasaan warga Desa Maria. Penduduk warga Desa Maria yang seluruhnya muslim dan mereka menolak warga non muslim berjumlah 106 kepala keluarga. Desa Maria memiliki lumbung padi yang disebut umalengge yang tersentralisasi. Umalengge diletakkan di wilayah desa yang tinggi sehingga padi-padi yang disimpan aman dari banjir dan gangguan tikus. Meskipun tidak diawasi, warga biasanya mengambil beras seperlunya saja.Kalau ada yang bolak-balik ngambil beras terus dari lumbung, mereka akan jadi bahan gunjingan warga. Mereka hanya mendapat sanksi sosial semacam itu, tidak dikenai sanksi lain. Budaya Desa Maria itu cukup terkenal di kalangan masyarakat Bima. Masyarakat luar juga sangat menghormati budaya Desa Maria dan tidak pernah mengusik kampung yang penuh kedamaian itu. Terbukti bahwa perdamaian itu sangat indah bagi siapa saja.

Dengan penduduk desa yang seluruhnya beragama Islam logikanya norma syariah Islam sangat berpengaruh. Namun ternyata norma hukum Islam itu nampaknya tidak perlu diterapkan karena tingginya budaya malu dan efektifnya tata kesusilaan serta norma kesopanan yang tentunya juga dikembangkan sesuai dengan inti ajaran Islam yang menjunjung sikap rokhman dan rokhim (kasih dan sayang) yang turut berperan dalam kehidupan masyarakat di Desa Maria itu sehingga bisa menjunjung sikap yang “cool” dan damai. Bahkan kehidupan di Desa Maria itu bisa diilhami oleh hadist Nabi Muhammad SAW yang berbunyi bahwa seorang mukmin ahli sholat, ahli dzikir, ahli puasa dan ahli haji akan tetap sulit mendapatkan pintu sorga bila tidak memperhatikan tetangga di sekitarnya. Jadi kita harus memperhatikan tetangga di sekitar kita bila ingin kepulangan kita kepangkuan Sang Cholik bisa masuk ke sorga. Persatuan bagi mereka adalah mutlak didambakan dan perpecahan adalah malapetaka. Sedang perbedaan dianggap rakhmat sebagai kompetisi yang sehat yang bisa melahirkan pendapat dan pemikiran yang cerdas. Nahkiranya kita semua bisa belajar banyak dari desa kecil itu.

Apakah budaya semacam itu bisa diterapkan di masyarakat luas yang heterogen? Mustinya bisa karena sikap damai dan budaya malu itu bersifat universal. Saya jadi ingat pengalaman pribadi saya ketika sedang tugas belajar. Saat itu sedang berjalan terangah-engah mendaki bukit ke kampus dan bertemu dengan bule Amerika yang belum saya kenal dan dia tersenyum sambil menyapa “How are you doing?” karena kaget di sapa begitu oleh orang yang belum dikenal saya tidak langsung menjawab dan setelah lewat baru teriak “I am doing fine. How about you?” Sapaan semacam itu biasa saya lakukan ketika masih di kampung ketika ketemu atau lihat orang lain. Nah ternyata serupa kan? Alangkah indahnya bila kita bisa selalu begitu, hidup dalam kedamaian dan kebersamaan. Kebenaran dunia itu relatif karena tergantung kepada cara pandang dan sudut pandang kita. Saya jadi ingat dengan lagunya Healing the world dari Super Star Michael Jackson dan Imagine-nya The Beatles. Hanya kalau melamun ternyata lebih nikmat dan lebih syahdu dengan lagu keroncong Tanah Airku yang membuat kita merasa sejuk dan damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline