Lihat ke Halaman Asli

Nangkring Kompasiana Saatnya Non Tunai Bersama BI & Trinity

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Kamis (11/06/2015) Kompasiana kembali menggelar acara Nangkring. Kali ini kelanjutan dari road show Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) ke kota-kota besar di Indonesia mulai Surabaya, Makassar, Banjarmasin, Aceh, Ambon dan ditutup di Jakarta pada kamis lalu. Bertempat di Gedung Thamrin lantai 4 Gedung BI Jakarta, acar dihadiri 100 kompasianer.

Dimulai pada pukul 15.30 acara yang dipandu MC Citra, diskusi dimoderatori oleh Mas Isjet ini menghadirkan Deputi Gubernur Bank Indonesia Bapak Ronal Waas dan seorang blogger Traveler yang sudah tidak asing lagi Mbak Trinity yang populer dengan Naked Traveler-nya.

Setelah dibuka dengan sambutan dari Bagian Komunikasi BI, acara langsung masuk ke diskusi utama. Tentang apa dan mengapa program Non tunai dicanangkan.

Dan ini rangkuman singkat yang dipaparkan oleh Bapak Ronal Waas :

Indonesia dengan penduduk 250 juta jiwa lebih adalah pasar yang cukup besar. Separo masyarakat ASEAN adalah masyarakat Indonesia. Potensi pasar Indonesia yang besar terus berkembang naik saat ini. Belanja rumah tangga masyarakat Indonesia juga terus meningkat. Semakin hari, jumlah kalangan mengengah ke atas terus meningkat. Sektor retail yang menyentuh masyarakat secara langsung bergerak cepat setiap hari dan terus meningkat. Inilah yang dibidik oleh BI.

Tugas utama BI sendiri sebenarnya adalah sebagai pengawas, perumus dan distribusi sistem pembayaran, meliputi pembayaran menggunakan non tunai. BI yang merumuskan, mengawasi agar masyarakat termajamin keamanan, kemudahan dan kenyamanan saat melakukan pembayaran.

Semakin meningkatnya sektor retail rumah tangga masyarakat, maka semakin berat dan besar tugas BI dalam menyediakan uang tunai yang selama ini masih digunakan mayoritas masyarakat Indonesia hingga 99.4%. Paling rendah di kawasan ASEAN. Padahal pangsa pasar paling besar.

Padahal meurut Pak Ronal, resiko penggunaan uang tunai sangat besar dalam berbagai aspek. Pertama produksi dan distribusi yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pak Ronal mencontohkan JASAMARGA yang setiap hari membutuhkan uang kembalian yang tidak sedikit. Karena tarif tol ada pecahan,  terkadang terkumpul uang recehan yang tidak sedikit. Untuk menyetorkan ke Bank, Jasamarga harus mengeluarkan biaya pengangkutan uang. Dan pernah menjadi masalah saat Bank juga menolak setoran uang recehan tersebut.

Contoh lain, Pulau Mianggas yang sangat terpelosok membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk menditribusikan uang tunai ke sana. Dan ini salah satu faktor penghambat percepatan pertumbuhan ekonomi, selain karena ketidak akuratan pencatatan transaksi yang diakibatkan dari transaksi uang tunai.

Bapak Ronal memaparkan keuntungan menggunakan uan non tunai, efisiensi waktu dan tempat dan tanpa batas. Resiko kriminalitas lebih rendah dan lebih praktis. Meminimalkan kebocoran yang masih banyak terjadi. Contohnya, kesuksesan Bapak Ahok meningkatkan pendapatan Pemprov DKI melalui parkir elektronik di Jalan Sabang. Hal ini karena “kebocoran” pendapatan di sana bisa diminimalisir melalui sistem pembayaran non tunai yang diterapkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline