Lihat ke Halaman Asli

Film Countdown Vs BMW Maut

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun baru 2013 baru berjalan pelan, rakyat Indonesia sudah disuguhi "hadiah" pahit berupa berita tabrakan maut yang melibatkan anak Menteri yang juga Besan orang nomer 1 Negeri ini. Dan dari ramainya pemberitaan, dijelaskan bahwa banyak kejanggalan yang terjadi terkait kasus ini. Mulai dari tidak diketahuinya keberadaan tersangka, sulitnya menggali informasi, simpang siurnya keterangan Polisi, perbedaan perlakuan dengan kasus serupa sebelumnya dan lain-lain.

Bagi penggiat keadilan, mereka akan terus berjuang untuk menuntut transparansi dari kasus ini. Tapi bagi sebagian besar masyarakat yang sudah bosan dengan kondisi Hukum di Indonesia dengan tegas akan berkata "mimpi di siang bolong berharap keadilan yang sama".

Seperti di postinganku sebelumnya bahwa awal tahun ini bioskop menyajikan sebuah film Thailand yang cukup apik bergenre slasher CountDown yang sinopsis singkatnya bisa dibaca disini. dan ada satu hal menarik dalam film ini yang membuatku berpikir kejadian yang sama dengan kasus BMW maut putra Hatta Rajasa.

Dalam film diceritakan tokoh yang bernama Bee sudah satu tahun berada di New York dan berhubungan dengan Jack dan tinggal bersama dengan seorang sahabat lagi Pam. Tapi setahun mereka tinggal bersama, Jack dan Pam tidak pernah tahu sosok Bee yang sebenarnya. Seperti apa tujuannya ke New York, dari mana asal-usulnya di Thailand, bagaimana kondisi keluarganya. Bee tidak pernah membuka identitasnya secara terbuka.

Tapi dari kejadian dasyat yang mereka bertiga alami di malam tahun baru 2013 membuat tabir gelap kehidupan Bee terungkap gamblang dihadapan sahabat dan kekasihnya itu. Ternyata Bee adalah seorang anak Politikus yang berkuasa di Thailand. Bee lari ke New York setelah mengalami kasus tabrak lari yang yang menewaskan satu keluarga. Yang lebih parah saat kecelakaan terjadi sang anak yang tertabrak masih dalam kondisi hidup dan Bee tidak segera menolongnya tapi justru meninggalkannya meregang nyawa.

Dan apa yang dilakukan keluarga Bee? Memunculkan seseorang untuk menjadi kambing hitam menjadi tersangka di kasus tersebut dan melarikan ke Bee ke luar Negeri untuk menghindari hukuman dan sorotan. Saat di siksa Jesus, Bee diberi kesempatan untuk lari, dengan cara menembak Jesus atau menembak dirinya sendiri. Jesus member gambaran bahwa dia bisa lari dan member alibi bahwa ini pembelaan diri karena Jesus orang jahat yang membunuh kedua sahabatnya dan Bee bisa kembali bebas seperti sebelumnya. Hingga dalam keadaan terdesak dan frustasi Bee menembak Jesus dan lari.

Tapi bagaimana perasaan Bee sebenarnya, terutama setahun setelah kejadian? Bee memang bisa lari menghindar dari semua tuntutan Polisi dan hukuman dunia dengan berbagai alibi dan kekuatan uang orang tuanya. Dan untuk menyelamatkan nama baik dan kekuasaan sudah pasti orang tuanya akan kembali melakukan manipulasi yang sama untuk melindungi Bee dan reputasi mereka sendiri. Tapi apakah Bee bisa lari dari kebenaran hati nuraninya? Hati nurani tak pernah bisa berdusta dan terkadang sangat menakutkan untuk dihadapi. Dan Bee memang tak pernah bisa lari dari rasa bersalahnya. Dimana Bee masih sering memandang sedih video keluarga korban tabrak larinya. Bee juga terbayang wajah korban yang masih anak-anak.

Diakhir cerita meski tidak digambarkan secara gamblang apa tindakan Bee, sebagai penonton aku menyimpulkan dia memilih pulang ke Thailand untuk mengakui dan menebus kesalahannya. Dimana di scene terakhir digambarkan Bee pamit pada sahabat dan kekasihnya yang bertanya apa Bee yakin dengan keputusannya? Dan dijawab anggukan yakin oleh Bee sambil menjelaskan bahwa dia sudah membeli tiket secara online. Dan sudah siap dengan kopernya untuk pergi.

Sangat kebetulan sekali jika kasus ini serupa tapi tak sama dengan kejadian nyata kasus BMW maut. Dan hal nyata yang membuatnya berbeda adalah tentu film adalah “lakon khayalan” para sineas kreatif yang dimainkan apik oleh para artisnya yang sudah pasti salah satu tujuan dibuatnya adalah untuk member pesan moral. Jadi bisa dibuat sedemikian rupa endingnya sesuai dengan pesan moral yang ingin disampaikan oleh sutradara dan penulis cerita. Sedangkan kasus BMW maut adalah lakon nyata kehidupan. Yang endingnya tidak mungkin kita buat sesuai keinginan kita, sebagai masyarakat yang punya harapan tinggi akan sebuah keadilan.

Di kasus BMW maut, kita sudah melihat bagaimana Hatta Rajasa sebagai pejabat di Negeri yang juga ayah tersangka berkunjung ke rumah keluarga korban untuk mengucapkan belasungkawa dan berjanji bertanggung jawab pada semua biaya terkait dengan kecelakaan ini dan kehidupan keluarga korban yang ditinggalkan karena dari pemberitaan yang ada dijelaskan bahwa salah satu korban meninggal yang bernama Harun adalah tulang punggung keluarga dan paling penting adalah janji untuk menyerahkan kasus hukumnya pada pihak berwajib (dan sudah pasti ini adalah hal yang paling ditunggu-tunggu oleh mayoritas masyarakat Indonesia).. Dan banyak orang mengapresiasi tindakan ini sebagai tindakan gentlemen dan terpuji.

Tapi bagaimana pun itu tetap tidak bisa menutupi kejanggalan yang hadir diberbagai pemberitaan media dan Kepolisian saat mereka mulai mencla-mencle dalam memberi keterangan ke publik melalui pers. Sangat berbeda dengankasus-kasus sebelumnya. Bagaimana Polisi yang dikasus-kasus tabrakan maut sebelumnya dengan lantang merespon kini sudah terlihat "melempem" bagai krupuk tersiram kuah sayur di piring. Bahkan dalam beberapa tayangan berita di televisi dalam konfrensi persnya pihak Polisi dengan halus menjelaskan “semua tergantung penyidik, mau ditahan atau tidak dengan pertimbangan tidak lari, tidak menghilangkan barang bukti …bla…bla…bla…” seolah sudah memberi gambaran itulah nanti yang akan terjadi dan itu wajar jadi masyarkat tidak usah bingung dan banyak protes lagi nantinya. Di portal online juga ada artikel berjudul "keluarga korban siap damai", dan itu semua sudah bukan hal mengejutkan lagi.

Seandainya keluarga korban tidak terima pun, apa yang bisa mereka dapatkan dari rasa tidak terima dan tuntutan tersebut? Dan meski Polisi bekoar-koar "akan diperlakukan sama di depan Hukum", yakin bisa? Kalau dilihat sepertinya lebih besar rasa sungkan Polisi terhadap Bapak Menteri dan besannya dari pada sungkan Polisi pada Hukum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline