[caption id="attachment_191524" align="aligncenter" width="448" caption="Ami bersama tas karya pertamanya yang terbuat dari bungkus mi di Kompasiana Modis"][/caption]
Acara Kompasiana Modis dan Bukber di Kemenparekraf yang dilaksanakan sabtu lalu tanggal 4 agustus 2012 dan membicarakan serta membahas tentang sampah diberbagai tempat tujuan wisata Indonesia yang sudah dalam tahap mengkhawatirkan telah menyisakan cerita dan pelajaran yang sangat berharga dan menginspirasi bagi semua kompasianer yang hadir. Dan inspirasi itu hadir dari keberadaan seorang nara sumber pengisi acara bernama Amilia Agustin. Gadis manis mojang Bandung berusia 16 tahun dan masih duduk dibangku kelas 2 SMA 11 Bandung dengan predikat “Ratu Sampah” ini telah memukau semua kompasianer yang hadir dengan pemaparannya mengenai pengalamannya selama empat tahun belakangan berjibaku mengolah sampah menjadi sesuatu yang menghasilkan dan bernilai ekonomis.
Ketertarikan gadis manis kelahiran 20 april 1996 ini pada dunia sampah berawal saat Ami berusia 12 tahun dan masih duduk dibangku kelas 1 SMP 11 Bandung. Dimana setiap olahraga lari di lingkungan sekolah yang lokasinya berdekatan dengan TPS Tegalega membuatnya cukup miris dan terganggu dengan keberadaan sampah yang menggunung dengan bau yang tidak sedap tentunya. Pada awalnya dia belum terpikir untuk mengolah sampah tersebut, hingga saat dimana dia benar-benar “terganggu” dengan keberadaan sampah tersebut timbulah pikiran terlintas di kepalanya “apa yang bisa dilakukannya terhadap sampah tersebut?”
Putri dari pasangan Bapak Agus Kuswara dan Ibu Elly Maryana Dewi ini pun mendiskusikan hal tersebut dengan ibunya dan jawaban ibunya adalah kalimat motivasi yang selalu diingatnya hingga sekarang “Ami gunakanlah waktu dimasa mudamu untuk melakukan hal yang tidak bisa kamu lakukan dimasa tuamu”. Melalui kalimat motivasi ibunya ini Ami yang sedikitpun tidak memahami tentang riset, tidak menyukai mata pelajaran sains dan matematika mulai mengembangkan pemikiran dan idenya tentang sampah. Dengan keberaniannya bersama sepuluh orang teman-temannya yang lain yang memiliki ide yang sama Ami menemui Ibu Nia Kurniati guru Biologi yang juga guru pembimbing ektrakurikuler KIR disekolahnya untuk mendapatkan bimbingan mengenai cara pengolahan sampah.
Ibu Nia inilah salah satu orang dibalik sukses Ami menapaki jalannya sebagai Ratu sampah hingga sekarang. Beliau yang membawa Ami dan teman-temannya ke Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi untuk belajar bagaimana cara mengelola sampah dengan benar. Seperti memisahkan sampah sesuai jenisnya hingga cara mengolah kompos. Dari sini Ami dan teman-temannya memulai aksinya. Saat orang lain pulang sekolah langsung bermain atau istirahat Ami dengan tekun berjibaku memisahkan sampah-sampah yang ada di lingkungan sekolahnya sesuai dengan jenisnya. Untuk mengolahnya Ami bekerja sama dengan beberapa ibu-ibu di lingkungan sekitar yang diberdayakan sebagai tenaga pengolah berbagai kerajinan tangan dari berbagai jenis sampah. Seperti mengolah bekas bungkus mi instan menjadi tas. Dengan Ami dan teman-temannya berperan sebagai perancang desain dan marketing. Selain itu Ami dan teman-temannya juga membina ibu-ibu yang mengolah kerajinan dari sampah ini untuk suatu saat bisa berperan langsung sebagai pendidik untuk ibu-ibu yang lain.
Hingga melalui bimbingan bu Nia pula Ami mulai mengembangkan jaringannya untuk mengembangkan usahanya dalam mengolah sampah. Seperti bergabung di Yayasan Young Changes Maker pada tahun 2009. Pada tahun 2010 Ami terpilih sebagai Duta Sanitasi Jabar dengan membawakan tema Tangan-tangan Anak Bangsa Yang Menyelamatkan Alam Indonesia. Meski di tingkat nasional di Jakarta Ami tidak mendapat juara tapi dia tidak kecewa. Karena paling tidak sudah banyak yang hal positif yang diraihnya, diantaranya, Ami yang dulu penakut dan tidak percaya diri berbicara didepan publik, bahkan harus menggunakan bantuan wayang kardus mi instans mulai berani dan fasih melakukannya.
Dan kiprahnya terus berlanjut saat tahun2010 Ibu Nia kembali melakukan perannya sebagai pensupport Ami dengan diam-diam mendaftarkannya diajang Satu Indonesia Award Astra. Dan Ami terpilih sebagai salah satu pemenang termuda tahun itu dengan mendapatkan hadiah uang sebesar Rp.40 Juta.
Sebagai seorang remaja yang sama dengan remaja pada umumnya yang juga masih suka jalan-jalan, bermain bersama teman-temannya, membaca novel favoritnya diantaranya Sunshine Becomes You karya Ilana Tan yang terlihat berada dalam genggaman tangannya saat menghadiri acara Modis Kompasiana tentu bisa saja dengan mudah Ami menggunakan uang tersebut untuk memenuhi kesenangan pribadinya. Tapi itu tidak dilakukannya. Bahkan terlontar dari bibirnya bahwa dia sempat bingung akan digunakan untuk apa uang yang jumlahnya tidak sedikit tersebut. Tapi sekali lagi Amilia Agustin adalah seorang remaja dengan segala sikap dan pola pikir yang mengagumkan dan penuh dedikasi tinggi pada lingkungan sekitarnya. Maka dia pun menggunakan uang tersebut untuk membeli berbagai peralatan tambahan untuk mengolah kerajinan dari berbagai sampah. Seperti mesin jahit, mesin sablon dan sebagainya.
Sukses mendapat predikat Ratu Sampah tidak membuat Ami berhenti berkarya, ketertarikannya pada dunia pendidikan membawanya sebagai guru dadakan diwaktu senggangnya diberbagai tempat anak-anak tidak mampu dibeberapa tempat di Bandung. Seperti anak-anak yang bertempat tinggal disekitar rel kereta disalah satu stasiun Bandung. Ami memiliki keyakinan “Sebuah Negara Maju Berawal dari Sistem Pendidikannya yang baik” yang mana dia tidak melihat hal ini dalam system pendidikan dinegara kita yang mana lebih mengedepankan hasil. Tidak peduli bagaimana prosesnya, salah satu contohnya adalah terlihat dari berbagai usaha yang dilakukan oleh banyak pihak untuk mendapatkan nilai UN tinggi bagaiamanapun caranya. Padahal menurutnya sebuah kesuksesan itu adalah sebuah proses tidak peduli bagaimana hasil akhirnya. Karena itu dia setuju dengan anggapan bahwa sistem pendidikan di Indonesia masih belum mencapai keberhasilan alias gagal. Sungguh membuat tercengan mendengar kalimat demikian keluar dari seorang remaja berusia 16 tahun.
Selama mengisi waktu luangnya untuk mengajar anak-anak tidak mampu Ami menciptakan berbagai metode belajar yang menarik dan dapat diterima oleh anak-anak. Menurutnya cara mengajar terbagi tiga cara yaitumelalui audio, visual, dan kinestetis. Dan dia pun menggunakan berbagai cara mengajar yang tidak membuat anak-anak tersebut bosan dan dengan mudah mengerti dengan apa yang disampaikannya. Karena menurutnya tugas seorang pendidik tidak hanya mentransfer isi buku pelajaran saja. Tapi juga bagaimana membuat seorang anak didik betah dan mengerti dengan pelajaran.
Yang mana salah satu caranya menerangkan pelajaran dengan bernyanyi dan mengaplikasikan berbagai pelajaran kebentuk lagu sebagainya. Dan disini dia merasakan betapa dasyat rasa bahagia yang melintas dalam hatinya saat beberapa anak berkata suka belajar dengannya. Atau saat dia mendengar seorang anak mengucapkan “aku mau belajar terus kalau ibu Ami yang jadi gurunya”.
Semua kesuksesan yang diraihnya hingga saat ini bukannya tanpa rintangan, seperti saat dia selalu diejek oleh teman-temannya sebagai “tukang sampah”, anggapan sebagian orang bahwa keberhasilannya karena uang hadiah yang didapatnya, kendala pada saat sebagian teman-temannya tidak bisa lagi beraktivitas dengannya karena ada yang pindah, ada yang bosan dan sebagainya. Dan semua rintangan itu tidak membuatnya menyerah.
Saat ini Ami bersama 28 orang temannya mulai merintis sebuah perusahaan kecil-kecilan yang diberi nama Eleven Waste Management denga Ami sebagai pemimpinnya. Harapan mereka kedepan jika perusahaan ini sudah berkembang dan berhasil termasuk dalam hal materi, mereka ingin mendirikan sebuah sekolah, “Sekolah Manusia” ini istilah yang dibuat oleh Ami. Yaitu sekolah yang tidak hanya mentransfer ilmu dari buku ke pada murid-muridnya. Tapi lebih kepada pengembangan pribadi, motivasi dan kemampuan lain yang tersembunyi pada seorang anak. Karena Ami yakin banyak anak yang sama dengan dirinya tidak suka Fisika, tidak bisa matematika tapi memiliki kemampuaan dan bakat lain yang bisa dikembangkan dengan maksimal. Dan sasarannya tidak hanya pada anak-anak tapi juga para orang tua terutama ibu-ibu agar bisa aktif dan kreatif mengkaryakan diri dilingkungannya.
****************
Inilah profil singkat salah satu pembicara diacara Modis Kompasiana yang sangat mengagumkan, Amilia Agustina yang berhasil aku dapatkan dari obrolan singkat sebelum acara dimulai. Dan tentu kita semua berharap akan muncul Ami-Ami lainnya ditengah masyarakat kita. Dan sebelum tulisan ini aku posting, aku sempat mengirim sms pada Ami untuk mengabarkan tulisan ini dan memberi tahu bahwa tanggal 9 Juli 2012 ternyata sudah ada seorang kompasianer bernama Dita Widodo yang mengulas secara singkat tentang kegiatannya (link postingan Dita) dan yang menggembirakan ternyata Ami mulai tanggal 5 Agustus 2012 Ami sudah resmi sebagai seorang kompasianer juga (link profilnya Ami). Meski sempat terlontar penolakan halus saat aku mengajaknya untuk bergabung kemarin dengaan jawaban dia sudah punya blog pribadi. Dan setengah memaksa aku menjelaskan apa kelebihan Kompasiana dibandingkan blog pribadi. Dan aku yakin saat di acara kompasianer lain yang sempat ngobrol dengannya pasti melakukan hal yang sama denganku yaitu mengajaknya bergabung, dan aku yakin hal inilah yang membuatnya berubah pikiran dan tertarik untuk bergabung. Selamat bergabung Amilia Agustin si "Ratu Sampah".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H