Oleh SUMARLIN UTIARAHMAN
Pada akhir tahun 2018, dunia birokrasi di Indonesia dihebohkan dengan terbitnya Surat Keputusan bersama antara Mendagri, Menpan-RB dan Kepala BKN Nomor : 182/6597/SJ, Nomor : 15 Tahun 2018, dan Nomor : 153/KEP/2018 tanggal 13 September 2018 tentang Penegakan Hukum terhadap PNS yang telah dijatuhi hukuman berdasarkan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana yang ada hubungannya dengan jabatan. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama tersebut Pemberhentian dilakukan terhitung mulai tanggal incracht putusan pengadilan atau dengan kata lain Surat Keputusan tersebut haruslah berlaku surut.
Selanjutnya menindaklanjuti Surat Keputusan Bersama tersebut, Badan Kepegawaian Negara melalui surat Nomor : K.26-30/V.139.-8/99, Tanggal 2 Oktober 2018 telah menyampaikan data PNS yang dihukum penjara atau kurungan karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana yang ada hubungannya dengan jabatan kepada seluruh Pejabat Pembina Kepegawaian baik yang berada didaerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) maupun yang berada di pusat (Pimpinan kementerian dan lembaga non kementerian) untuk segera diberhentikan dengan tidak hormat tanpa hak pensiun paling lambat bulan Desember 2018. Surat tersebut juga dilengkapi dengan lampiran Format SK yang wajib diikuti yang terdiri dari :
- Format 1, Keputusan Pemberhentian dengan tidak hormat sebagai PNS yang melakukan Tindak Pidana Korupsi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
- Format 2, Keputusan Pemberhentian dengan tidak hormat sebagai PNS yang melakukan Tindak Pidana Korupsi setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tetapi sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017
- Format 3, Keputusan Pemberhentian dengan tidak hormat sebagai PNS yang melakukan Tindak Pidana Korupsi setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017.
Ketiga format itu pada konsideran MEMUTUSKAN pada DIKTUM KESATU mewajibkan TMT berlakunya SK haruslah berlaku surut menyesuaikan incrachtnya putusan yang ditetapkan terhadap oknum PNS dimaksud. Artinya jika PNS bersangkutan divonis oleh pengadilan dengan keputusan yang telah incracht misalnya pada tanggal 1 Januari 2014, maka sekalipun SK Pemberhentian dengan tidak hormat tanpa hak pensiun baru diterbitkan Desember 2018, maka pada kolom terhitung mulai berlakunya pemberhentian tersebut ditetapkan sejak tanggal 1 Januari 2014. Surat Keputusan Bersama 3 Pimpinan Lembaga Tinggi negara pada DIKTUM KEDUA huruf b juga memuat tentang adanya sanksi terhadap PPK (Pejabat Pembina Kepegawain) jika mengabaikan SKB dimaksud.
UNDANG UNDANG OMNIBUSLAW (Sub Cluster Tata Ruang)
membuat surat dinas yang baik dan benar
Memahami Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara
Ancaman penjatuhan sanksi atas pengabaian perintah diatas membuat PPK (Gubernur, Bupati, Walikota, Menteri, Pimpinanan lembaga tinggi) merespon cepat dengan menerbitkan SK Pemberhentian sebagai langkah aman yang walaupun sebenarnya kekuatan SKB dalam produk hukum tata negara kita tidaklah memiliki posisi yang kuat dalam hal pemberian sanksi atas pengabaiannya, dan apalagi ancaman penjatuhan sanksi pada Diktum Kedua huruf b tidak jelas bentuknya.
Terhadap permasalahan diatas, penulis mencoba mengangkat 2 masalah dalam kajian ini, yang pertama Surat Keputusan PPK yang berlaku surut dan yang kedua konsekwensinya terkait keterlanjuran pembayaran gaji dan hak lainnya terhadap PNS yang diberhentikan pada jeda waktu antara antara TMT Surat Keputusan Pemberhentian dengan tidak hormat tanpa hak pensiun dengan waktu diterbitkanya SK Pemberhentian dengan tidak hormat tanpa hak pensiun.